Wednesday, June 26, 2013

Saya + Musik = Asyik

Siapa yang bisa hidup tanpa musik? Saya sih enggak bisa. Tanpa musik, hidup pasti terasa hambar. Mau tau musik yang asyik versi saya? Ini cerita saya tentang musik dan saya dari dulu sampai sekarang.

Musik sebagai media hiburan
Dulu, ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, apabila dimarahi orang tua, maka saya akan mengunci diri di dalam kamar. Tidak, bukan menangis. Tetapi mendengarkan siaran radio dangdut. Ya, waktu itu selera musik saya berkiblat pada selera musik pembantu di rumah hehehe... Aduh Buyung-nya Manis Manja Grup, Gantengnya Pacarku-nya Nini Karlina, RT Lima RW Tiga-nya Cici Paramida menjadi teman saya di kala saya sedang sedih. Hahaha!

Begitu juga ketika saya masih bekerja. Lalu lintas Kota Bandung saat jam pulang kantor benar-benar menguras emosi. Daripada stres di angkot, sebelum pulang biasanya saya selalu menyiapkan handphone full battery dan earphone-nya supaya bisa mendengarkan musik kesukaan saya selama perjalanan pulang. Ditambah stok cemilan yang cukup sambil membaca novel, lengkap deh. Berasa piknik Membuat macet menjadi tidak terlalu terasa.


Handphone yang (dulu) setia menemani perjalanan saya (sumber)
Sekarang pun masih sama. Saat keadaan tidak sesuai dengan yang saya harapkan, maka musik dapat meredakan kekesalan saya. Lagu kesukaan saya sekarang yaitu Relax (Take It Easy)-nya Mika. Memang dengan mendengarkan musik tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi setelah mendengarkan musik, pikiran menjadi lebih jernih dalam menyikapi masalah. Ya, musik dapat memperbaiki mood karena mendengarkan musik dapat meningkatkan hormon dopamin di dalam tubuh.

Musik yang membuat tergila-gila pada penyanyinya
Setelah duduk di bangku SMP, jenis musik yang saya sukai mulai berubah. Di saat teman perempuan lain mulai mencuri-curi pandang teman pria lain, saya dan teman-teman saya malah sibuk mengidolakan boyband seperti Backstreet Boys, N'Sync, Hanson, The Moffats. Saya tidak hanya mengoleksi album mereka tetapi juga membeli semua majalah yang memuat berita tentang mereka. Di saat teman perempuan lain mulai belajar pacaran, saya dan teman-teman saya malah membuat buku biografi kehidupan asmara kami sebagai kekasih salah satu anggota boyband tersebut. Heuheu...



Bagaimana mungkin dulu saya suka sama Taylor Hanson yang cantik ini? Heuheu... (sumber)
Musik sebagai alat mengekspresikan diri
Saya tidak pandai menyanyi. Semakin saya berusaha keras untuk menyanyi, maka semakin fals suara saya hehehe... Saya juga tidak pandai memainkan alat musik. Jangankan memainkan alat musik, membaca not balok saja saya tidak mengerti. Tetapi saya suka menerjemahkan irama musik menjadi gerakan-gerakan tubuh. Ya, saya suka menari. Ketika duduk di bangku SMA, saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler menari. Sejak saat itu, telinga saya tidak pernah lepas dari musik. Karena untuk menghasilkan tarian yang indah, penari harus benar-benar menghayati musik yang mengiringinya.

Saya biasa menarikan tarian apa saja. Tari kreasi tradisional dengan lagu Kembalikan Baliku-nya Yoppie Latul, NTXTC-nya Guruh Soekarno Putra, Cintaku dan Serasa-nya Chrisye juga tari kreasi modern dengan lagu Bye Bye Bye dan Pop-nya N'Sync, Love Don't Cost A Thing-nya J.Lo, Die Another Day-nya Madonna, Toxic-nya Britney Spears, Party It Alive-nya Safri Duo sampai tari kreasi Latin dengan lagu Magdalena-nya Sergio Mendez dan She Bangs-nya Ricky Martin.

Musik sebagai teman olahraga
Saya tidak suka olahraga, apalagi olahraga gerabak-gerubuk seperti bola basket dan bola voli. Tapi kalau gerakan olahraganya sesuai dengan irama musik saya suka. Saya senang olahraga lari sambil mendengarkan musik, tetapi saya lebih senang lagi olahraga senam. Favorit saya sekarang ini yaitu Belly Dancing yang diiringi musik Timur Tengah dan Zumba yang diiringi musik Latin nan energik. Sehat, menyenangkan, dan hemat karena bisa dilakukan di rumah.



One two three four five six seven eight! (sumber)
Musik sebagai alat untuk menyampaikan perasaan
Dirayu seorang pria dengan puisi? Saya akan mengerutkan kening. Tetapi dirayu seorang lelaki dengan musik? Ah... Biasanya hati saya langsung meleleh. Saya sudah beberapa kali mendapatkan pengalaman ini. Ketika SMA, pacar saya pernah menghadiahi saya sebuah kaset yang berisi lagu-lagu romantis. Ketika kuliah, tetangga saya pernah menyanyikan lagu-lagu khusus untuk saya di panggung acara 17 Agustusan hihihi... Teman kuliah juga pernah menyanyikan lagu Janji Suci dan Lia Milikku Bukan Milikmu-nya Yovie and The Nuno waktu lagi karaokean. Salah ketik? Enggak, saya enggak salah ketik. Pria itu memang sengaja mengganti lirik 'dia' menjadi 'Lia' hihihi... Kalau suami saya? Enggak usah dipertanyakan lagi dia sudah memberi lagu apa saja untuk saya, makanya saya mau nikah sama dia juga hohoho...


Menyampaikan perasaan melalui musik (sumber)
Musik sebagai penyemangat kerja
Waktu masih bekerja sebagai asisten peneliti dan seharian duduk di depan komputer, rasa bosan selalu datang melanda. Untuk mengusir rasa itu, menjelang sore saya biasanya memasang musik di komputer saya. Suaranya tidak terlalu kencang agar tidak mengganggu konsentrasi kerja, tetapi juga tidak terlalu pelan agar bisa didengar teman-teman lain. Untungnya mereka tidak pernah protes dengan playlist lagu saya hihihi... Biasanya saya memutar lagu-lagu Maliq & d'Essential, Tompi, Lenka, dan Jason Mraz. Dengan mendengarkan musik, pikiran yang sudah jenuh bisa menjadi segar kembali.

Sekarang, setelah menjadi ibu rumah tangga, saya masih membutuhkan musik sebagai penyemangat ketika saya sedang melakukan pekerjaan rumah tangga. Saya senang memasang musik berirama dance seperti Rihanna, Craig David, dan Maroon 5 untuk memasak dan menyetrika pakaian. Dengan begitu, pekerjaan berat yang menguras keringat itu menjadi terasa menyenangkan.

Musik sebagai sahabat anak
Sejak masih berada di dalam kandungan, anak saya sudah saya perkenalkan dengan musik karena musik dapat mengoptimalkan perkembangan otaknya. Setelah lahir, selain lantunan ayat suci Al-Quran dan Asmaul Husna, anak saya biasa saya ninabobokan dengan lagu Rockabye Baby-nya The Cure. Sekarang setelah umurnya dua tahun, anak saya sudah bisa memilih musiknya sendiri. Dia sedang senang mendengarkan lagu Selamat Ulang Tahun, Topi Saya Bundar, Kucingku, dan Bintang Kecil sambil bernyanyi. Sedangkan untuk teman tidur, dia memilih Smells Like Teen Spirit-nya Nirvana versi Dicky Adam. Heuheu...



Anak saya sedang menikmati musik (dok. pribadi)
Musik sebagai soundtrack kehidupan
Seperti sebuah film, kehidupan saya pun mempunyai soundtrack di setiap episodenya. Ada yang kebetulan isi lagunya sesuai dengan adegan kehidupan saya saat itu, misalnya lagu What Goes Around Comes Around-nya Justin Timberlake ketika saya disakiti oleh seseorang, dan akhirnya seseorang itu mendapat karmanya. Tetapi ada juga yang isi lagunya tidak sesuai dengan kehidupan saya. Hanya saja apabila mendengar lagu tersebut, ingatan saya langsung mengembara pada suatu episode kehidupan tertentu, misalnya lagu SMS-nya Ria Amelia yang mengingatkan saya pada masa-masa sidang Tugas Akhir karena ketika itu lagu tersebut sedang sering diputar dimana-mana. 
Music gives a soul to the universe, wings to the mind, flight to the imagination and life to everything.” ― Plato
Dulu, saya menikmati musik dalam format kaset. Saya tidak pernah mengalami memiliki CD, karena selain harganya jauh lebih mahal dari harga kaset, saya juga mulai mengenal musik dalam format mp3. Ya, saya sempat menikmati musik bajakan. Cukup  men-download dari sumber yang bertebaran dimana-mana, saya bisa mendapatkan lagu yang saya ingingkan secara gratis. Tetapi itu dulu, sebelum saya menemukan LangitMusik.

LangitMusik adalah layanan musik legal berkualitas dengan biaya sangat ekonomis. Hanya dengan Rp 10.000, saya bisa streaming dan men-download lagu-lagu yang saya inginkan baik dari dalam negeri maupun luar negeri tanpa batas selama 30 hari. Murah kan? Dan yang pasti bukan bajakan.


Tampilan LangitMusik di Android saya (dok, pribadi)
Selain fiturnya yang lengkap serta tampilannya yang menarik, koleksi musik di LangitMusik ini mempunyai kompresi Dolby yang membuat lagu-lagunya sangat nyaman untuk didengar. Dan meskipun suara saya fals, tapi selama enggak ada orang di rumah saya bisa ikut nyanyi-nyanyi loh, karena LangitMusik dilengkapi dengan fitur lirik lagu. Hihihi...


Ada liriknya kan, hehehe... (dok. pribadi)

Ini cerita tentang saya dan musik. Bagaimana ceritamu? :)

~~~

Tulisan ini diikutsertakan pada Lomba Menulis Blog "Musik yang Asyik"




6 comments :

  1. Wow... detil juga penjelasannya tentang musik. Asyik banget...
    Gudlak ya utk kontesnya Mak :)

    ReplyDelete
  2. Sepakat... tanpa musik rasanya ada yang kurang dalam hidup ini. :)

    ReplyDelete
  3. Tiada hari tanpa musik :D
    *btw kemana aja mba kok dah lama gak keliatan promptnya hehe

    ReplyDelete
  4. Saalam kenal mba Nathalia Diana Pitaloka,

    pernagh gak dengerin musik 1 hari saja?

    ReplyDelete