Thursday, April 24, 2014

Gagasan Tentang Transportasi Publik @ Koran Jakarta

Tidak pernah terpikirkan bahwa saya akan nekat mengirimkan sebuah opini ke media cetak.

Dulu, waktu masih jadi mahasiswa, salah satu dosen saya pernah memberi tantangan pada mahasiswanya: "Siapa yang tulisannya tentang guna lahan atau pertanahan berhasil menembus media cetak, maka nilai A sudah ditangan." Tapi saya sama sekali tidak tertarik dengan tantangan yang menggiurkan itu. Enggak pede.

Apalagi sekarang. Setelah tiga tahun tidak pernah berkutat lagi dengan dunia perencanaan kota dan wilayah, saya mana berani mengirim opini tentang bidang itu ke media.

Tapi, beberapa bulan yang lalu, saat mengirim resensi pertama saya ke Koran Jakarta, redaksinya meminta saya untuk menulis opini tentang perencanaan kota. Saya pun bingung harus menulis apa, dan akhirnya lupa dengan permintaan tersebut.

Saat saya mengirim resensi yang kedua kalinya ke Koran Jakarta, lagi-lagi redaksinya meminta saya untuk menulis opini tentang perencanaan kota. Kali ini akhirnya saya putuskan untuk mencoba. Kalau dimuat ya syukur, kalau tidak ya saya tau diri.

Ternyata tulisan saya dimuat. Tapi dengan banyak catatan dan beberapa kalimat yang dihilangkan. Intinya sih, standar layaknya opini yang dimuat di Gagasan-nya Koran Jakarta itu:
  • Bersifat nasional
  • Tidak menonjolkan seseorang
  • Pembahasan yang mendalam
  • Menunjukkan temuan baru
Versi cetaknya (Dok. Pribadi)
Berikut tulisan asli yang saya kirimkan.

~~~

A developed country is not a place where the poor have cars. It’s where the rich use public transport. (Enrique Penalosa, former Mayor of Bogotá, Colombia)

Beberapa tahun terakhir ini, masalah kemacetan di kota-kota besar Indonesia terasa semakin memprihatinkan. Sebagai contoh, jika sebelumnya kemacetan di Kota Bandung hanya terjadi pada saat akhir pekan dan di ruas-ruas jalan tertentu saja, kini kemacetan selalu terjadi kapan saja dan di mana saja. Melelahkan dan merugikan.

Kemacetan ini, pada dasarnya disebabkan oleh pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi yang terus meningkat. Dinas Perhubungan Kota Bandung menyebutkan bahwa pada tahun 2010, jumlah kendaraan pribadi di Kota Bandung adalah sebanyak 1,2 juta unit, dengan rincian sepeda motor sebanyak 800 ribu unit dan mobil sebanyak 400 ribu unit. Pada tahun 2012, jumlah tersebut meningkat menjadi sebanyak 2,2 juta unit, dengan rincian sepeda motor sebanyak 1,3 juta unit dan mobil sebanyak 900 ribu unit. Ditambah lagi, ada sebanyak 15 ribu sampai 20 ribu unit kendaraan yang masuk ke Kota Bandung setiap akhir pekan. Sementara itu, infrastruktur jalan tidak pernah bertambah.

Banyak hal yang melatarbelakangi peningkatan jumlah penggunaan kendaraan pribadi. Pertama, alihfungsi guna lahan yang tidak terkendali dan tidak memperhatikan bangkitan dan tarikan pergerakan yang diakibatkannya. Kedua, kualitas transportasi publik yang tidak memadai, sehingga menyebabkan masyarakat beralih ke kendaraan pribadi. Dan ketiga, kebijakan pemerintah yang memberikan kemudahan bagi para produsen kendaraan sehingga akses masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi semakin terjangkau.

Berbagai program kini diluncurkan oleh pemerintah dalam usaha untuk mengembalikan citra Kota Bandung sebagai kota yang nyaman. Termasuk diantaranya beberapa program yang bertujuan untuk mengatasi masalah kemacetan di Kota Bandung.

Program jangka pendek yang saat ini sudah berjalan diantaranya adalah #SeninGratis. Setiap hari Senin dan Kamis, siswa SD, SMP, dan SMA di Kota Bandung dapat menikmati bus sekolah gratis yang merupakan bantuan dari dana CSR beberapa perusahaan swasta. Ada juga #JumatBersepeda. Setiap hari Jumat, diharapkan masyarakat Kota Bandung menggunakan sepeda untuk pergi ke kantor ataupun ke sekolah. Serta yang beberapa waktu lalu baru diperkenalkan yaitu Bandros (Bandung Tour on Bus) untuk para wisatawan. Program-program tersebut melibatkan masyarakat secara langsung untuk ikut ambil bagian dalam mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

Selain itu, pemerintah Kota Bandung juga mempunyai program jangka menengah dan jangka panjang seperti membangun monorel untuk daerah perkotaan dan cable car untuk daerah yang berbukit. Semuanya diupayakan dengan menarik investor dari luar negeri.

Program-program tersebut merupakan sebuah gebrakan yang sangat positif, meskipun dampaknya belum terlihat secara signifikan. Setidaknya sudah ada usaha untuk mulai mengubah budaya masyarakat Kota Bandung agar kembali melirik moda transportasi lain selain kendaraan pribadi.

Lalu bagaimana nasib program-program tersebut apabila Kota Bandung mengalami pergantian kepemimpinan? Akankah terus berlanjut?

Bagaimana juga nasib angkutan umum di Kota Bandung? Angkutan umum (atau biasa disebut angkot) merupakan moda transportasi publik yang paling sesuai dengan karakteristik jalan di Kota Bandung yang lebarnya kecil dan memiliki jumlah persimpangan yang banyak.

Sayangnya, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, banyak hal yang melatarbelakangi penurunan jumlah penggunaan angkutan umum. Namun hal yang paling krusial yaitu kualitas pelayanan angkutan umum itu sendiri yang tidak dapat diandalkan. Ngetem, ugal-ugalan, menentukan tarif sesukanya (karena ada target jumlah setoran yang harus dipenuhi para supir), menyebabkan masyarakat mulai meninggalkan angkutan umum. Dampaknya, pendapatan para supir angkutan umum semakin berkurang. Hal ini membuat mereka semakin senang ngetem, ugal-ugalan, dan menentukan tarif sesukanya. Yang tentu saja membuat masyarakat semakin enggan untuk kembali menggunakan angkutan umum. Sebuah lingkaran setan yang tidak akan ada ujungnya.

Dari Masyarakat untuk Masyarakat

Riset Indie (sebuah kelompok penelitian independen) mencoba untuk memotong lingkaran tersebut. Setelah mengundang beberapa ahli untuk melakukan pemetaan masalah kemacetan di Kota Bandung bersama komunitas kreatif lainnya, Riset Indie juga menginisiasi kegiatan Angkot Day. Pada hari itu, masyarakat Kota Bandung dapat menikmati pelayanan angkutan umum rute Kebon Kelapa-Dago dengan nyaman (gratis, tidak ngetem, dan tidak ugal-ugalan). Begitu juga dengan para supir angkutan umum, mereka dapat memberikan pelayanan terbaik tanpa perlu merisaukan pendapatan yang masuk. Ya, hari itu Riset Indie menyewa 200 angkutan umum yang dananya berasal dari anggota komunitas dan para donatur.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, sekarang ini Riset Indie bekerjasama dengan Organda dan Pemerintah Kota, sedang mencoba mengembangkan konsep integrasi angkutan umum. Dengan terintegrasinya angkutan umum di Kota Bandung, maka semua angkutan umum akan memiliki standar pelayanan yang sama. Serta pengelolaan dan pengawasannya pun akan lebih mudah.

Selain itu, agar program ini dapat terjaga keberlanjutannya, Riset Indie juga sedang berusaha membentuk sebuah forum yang anggotanya merupakan kelompok masyarakat pengguna angkutan umum. Forum inilah yang akan mengelola angkutan umum di Kota Bandung secara mandiri.

Forum tersebut berkaca pada keberhasilan Central Park Conservancy, sebuah organisasi privat non-profit yang mengelola Central Park di New York. Organisasi yang dibentuk pada tahun 1980 ini merupakan kelompok masyarakat yang peduli pada perbaikan dan peningkatan Central Park. Walaupun begitu, organisasi ini masih berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Kota New York.

Meskipun belum dapat dipastikan keberhasilannya, konsep yang disusun oleh Riset Indie juga memberikan suatu harapan baru bagi pelayanan transportasi publik yang lebih baik di Kota Bandung.

Apabila masyarakat mengelola sendiri angkutan umumnya, seharusnya hasilnya akan lebih efisien. Kenapa?

Pertama, karena andil yang besar dalam pengelolaan angkutan umum tersebut dimiliki oleh masyarakat sebagai stakeholder utama, yaitu pengguna angkutan umum.

Kedua, karena dikelola oleh masyarakat, maka hasilnya pun akan lebih tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Masyarakat lah yang paling memahami pelayanan angkutan umum seperti apa yang mereka harapkan. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk meninggalkan angkutan umum.

Ketiga, dalam prosesnya, masyarakat akan terpicu untuk menghasilkan ide-ide yang kreatif demi terciptanya pelayanan angkutan umum yang sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Baik itu dalam hal pengumpulan dana maupun dalam pengelolaannya, karena hasilnya akan mereka nikmati sendiri.

Keempat, karena terlibat secara langsung, masyarakat akan mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab yang besar terhadap keberlanjutan pelayanan angkutan umum. Secara logika, hal ini seharusnya membuat semua masyarakat turut serta untuk memanfaatkan pelayanan angkutan umum.

Kelima, pengelolaan angkutan umum oleh forum masyarakat akan lebih terorganisasi dibandingkan dengan pengelolaan angkutan umum yang saat ini dilakukan secara tersendiri oleh masing-masing pengusaha.

Keenam, pengelolaan angkutan umum oleh forum masyarakat tidak akan terpengaruh oleh pergantian kepemimpinan, meskipun pada pelaksanaannya tetap bertanggungjawab pada Pemerintah Kota.

Secara teori, pelayanan angkutan umum yang lebih baik seharusnya akan berhasil membuat masyarakat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih pada angkutan umum. Namun, apakah pada pelaksanaannya akan benar-benar berhasil? Kita tidak akan tahu sebelum mencobanya. Dan kita tidak mungkin dapat mencobanya sebelum ada yang memulainya.

~~~

Sedangkan yang sudah diedit bisa dilihat di sini. Silakan dibandingkan :)

Versi online-nye (Dok. Pribadi)

19 comments :

  1. wow,keren...selamat ya mbk...ah,senengnyaaa

    ReplyDelete
  2. Pasti bangga ya bisa tembus media cetak mba... selamat :)

    ReplyDelete
  3. Waw keren mbaaa tulisannya aku suka. Hebat nih masyarakat bandung walikotanya cerdas dan warganya jg tambah cerdas. Moga2 jadi contoh bwt kota lain ya

    ReplyDelete
  4. Wuih... keren, Mak. Aku paling gak bisa menulis serius sepert itu. TFS, ^^

    ReplyDelete
  5. Selamat yah Teh Nathalia atas keberhasilanya
    Semoga barrakah itu bisa jadi bekal agar lebih bersemangat. salam sukses

    ReplyDelete
  6. Keren mbak. Selamat ya. Akhirnya tembus media juga :)

    ReplyDelete