Saturday, September 3, 2016

Calistung untuk Anak Usia Pra Sekolah: Yay or Nay?


Teman-teman yang mempunyai anak usia pra sekolah seperti saya merasa dilema enggak, dalam hal kemampuan calistung (membaca, menulis, dan menghitung) anak? Karena idealnya kan di usia pra sekolah, anak-anak belum perlu diberi pelajaran calistung. Namun realitasnya, mata pelajaran di sekolah dasar nanti sudah memerlukan kemampuan tersebut.

Makanya, enggak heran apabila terdapat beberapa orang tua yang memilih menyekolahkan anaknya di taman kanak-kanak yang mengajarkan calistung. Bahkan ada juga loh yang sengaja mendaftarkan anaknya untuk mengikuti les calistung.

Terkait hal tersebut, pada hari Selasa tanggal 23 Agustus 2016 yang lalu, Bu Lani (kepala sekolahnya Jav) memberikan kelas literasi untuk para orang tua. Iya, bukan anak-anak saja yang harus belajar. Orang tua pun perlu mengetahui ilmunya, agar pendidikan di rumah selaras dengan pendidikan di sekolah.

Sebelum membahas literasi, Bu Lani terlebih dahulu memberikan penjelasan mengenai proses belajar anak. Berbeda dengan orang dewasa yang berpikir dulu baru bergerak, anak-anak justru sebaliknya, bergerak dulu, merasakan, baru berpikir. Maka dari itu, anak belajar melalui bergerak. Begitulah fitrahnya.

Proses belajar anak didapatkan melalui rutinitas (contohnya rutinitas pagi, rutinitas pulang sekolah, dan lain-lain). Karena dilakukan secara berulang, maka rutinitas tersebut berubah menjadi kebiasaan dan dapat menghasilkan perilaku baik. Adapun perilaku, dapat berubah apabila ada pengalaman. Oleh karenanya, di usia 0-7 tahun itu yang penting adalah memperbanyak pengalaman anak (melalui stimulus, aturan, keterampilan menolong diri sendiri).

Cara menstimulasi otak anak adalah dengan mengaktifkan semua indranya (visual, auditif, taktil, kinestetik). Sehingga memunculkan persepsi di otak anak (yang ini besar, yang itu bau, dan lain-lain). Dari persepsi tersebut maka lahir status emosi (menyenangkan, mengecewakan, dan lain-lain). Baru kemudian berlanjut ke tindakan/ekspresi melalui simbolisasi (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis).

Agar stimulus dapat diterima dan diolah otak dengan baik, diperlukan konsentrasi. Dalam proses belajar, konsentrasi sangatlah penting, ibarat tumbuhan yang memerlukan matahari. Konsentrasi dapat dilatih melalui stimulasi terhadap kemampuan dasar berikut:
  • Keseimbangan: kemampuan mempertahankan keseimbangan motorik kasar dan motorik halus, serta bergerak secara berirama.
  • Body spatial organization: kemampuan menggerakkan tubuh yang terintegrasi dengan objek lain di lingkungannya (body image). Contoh latihannya yaitu mandi sendiri sehingga dapat mengenal bagian tubuh.
  • Reaction speed dexterity: kemampuan untuk merespon secara efektif pada aturan atau kesepakatan umum (problem solving, kemampuan menganalisa, memahami tugas).
  • Tactile discrimination: kemampuan untuk mengenali objek tertentu melalui sentuhan dan perabaan (dasar kemampuan pengamatan dan kognitif). Contoh latihannya yaitu mandi dua suhu. Apabila anak terbiasa mandi menggunakan air hangat, setelah menggunakan sabun berikan air dingin tanpa sepengetahuannya. Begitupun sebaliknya.
  • Directionality: kemampuan untuk mengetahui kanan-kiri, atas-bawah, depan-belakang, dan mengarahkan orientasi (dasar kemampuan menulis dan membaca dari kiri ke kanan)
  • Laterality: kemampuan mengintegrasikan kontak sensor motor dengan lingkungan melalui mata, tangan, dan kaki. Contoh latihannya yaitu menendang bola, menggunting, melihat melalui teropong.

Keenam kemampuan tersebut merupakan fondasi sebelum anak belajar calistung. Karena gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi motorik, gangguan body image, dan gangguan lateralisasi dapat menyebabkan gangguan pandang ruang sehingga anak kesulitan membedakan bentuk,  gangguan persepsi sehingga anak kesulitan membedakan gerak, dan gangguan konsentrasi sehingga anak kesulitan membedakan perintah. Semuanya dapat mengakibatkan gangguan memori yang berujung pada kesulitan anak dalam belajar membaca, menulis, dan menghitung.

Layaknya sebuah rumah, bisa saja fondasinya enggak dibuat dan langsung dibangun temboknya (kemampuan calistung). Tentu dari luar tampak terlihat keren, namun apakah kondisinya benar-benar kuat?

Jadi enggak perlu khawatir apabila anak pra sekolah belum diajarkan calistung. Kalau kemampuan dasarnya sudah dikuasai, maka tidak membutuhkan waktu yang lama untuk anak dapat belajar calistung. Berikut beberapa indikator anak yang sudah siap belajar calistung:
  • Otot tubuh sudah kuat (contohnya otot mata, saat membaca dan menulis dapat bergerak dari kiri ke kanan tanpa menggerakkan kepala).
  • Sudah ada gigi yang tanggal.
  • Dapat melompat menggunakan dua kaki secara bersama-sama.
  • Sudah bisa makan sambil duduk hingga selesai.
  • Ketika berbicara, dalam satu kalimat minimal mengandung lima kata, lebih baik lagi kalau lebih dari tujuh kata.

Makanya, di sekolah Jav enggak ada calistung (yang menjadi salah satu pertimbangan saya ketika dulu memilih sekolah ini). Namun untuk tingkat B, terdapat kelas literasi yang mengajarkan whole languange di semester 2 nanti. Yup, karena bahasa bukan hanya membaca dan menulis, tetapi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Bu Lani memberi gambaran bagaimana kelas literasi tersebut, sehingga orang tua bisa mempraktikkannya juga di rumah. Di antaranya:
  • Memperbanyak kosakata yang dimiliki anak dengan cara membacakan cerita.
  • Menutup tulisan pada buku cerita bergambar dan meminta anak untuk menceritakan gambar tersebut.
  • Belajar mengenal huruf dengan cara melingkari dan menghitung huruf tertentu (bisa menggunakan katalog belanja).
  • Belajar membaca situasi dan melatih imajimasi dengan doodle.
  • Bermain tangram.
  • Bermain maze.
  • Meraba huruf dengan tekstur tertentu.

Adapun metode yang digunakan adalah Metode Cerdas Bahasa Indonesia Fonik.
  • Perkenalkan fonem (satuan bahasa terkecil yang membentuk suku kata). Dimulai dari huruf pertama nama anak, kemudian huruf vokal, lalu huruf konsonan. Tunjukkan bentuk hurufnya (agar lebih mudah, selalu gunakan warna merah untuk huruf vokal dan warna biru untuk huruf konsonan), sebutkan nama hurufnya, bagaimana bunyi hurufnya, cari kata yang berawalan huruf tersebut, dan tuliskan. 
  • Perkenalkan silabel (satuan bahasa yang membentuk kata). Pertemukan huruf konsonan dan huruf vokal, bagaimana bunyinya, cari kata yang berawalan atau berakhiran suku kata tersebut, dan tuliskan. Dimulai dari suku kata terbuka, baru setelahnya suku kata tertutup.

Banyak permainan yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan bahasa anak. Salah satu yang dicontohkan oleh Bu Lani yaitu mencocokkan kata dan gambar menggunakan benang kasur. Sehingga anak tidak hanya berlatih kemampuan bahasa, tetapi juga melatih kemampuan motorik halusnya dengan meronce. 


So, teman-teman enggak galau lagi kan setelah mengetahui penjelasan di atas. Yang paling penting untuk anak-anak usia pra sekolah itu bukan pelajaran calistung, tapi bergerak ;)

30 comments :

  1. zaman saya sekolah dulu kayaknya saya jadi satu-satunya yang engga TK dulu...

    ReplyDelete
  2. yay or nay, bahasa apaan nih mba baru denger saya :D hehe
    pembelajaran sekarang sama dulu memang sudah berbeda ya mengikuti zamannya

    ReplyDelete
  3. Usia pra sekolah, yang penting anak happy, belajar bersosialisasi.. Dulu, niat saya memasukkan Navaro Ke playgroup juga begitu.. Supaya dia bisa punya banyak teman :)

    ReplyDelete
  4. Vito pas masuk SD belum bisa calistung lancar, ngga pernah dipaksa belajar dari zaman pra sekolah, tapi alhamdulillah ternyata sejalan waktu anak-anak tanpa dipaksakan mereka bisa mengikuti pelajaran secara bertahap dan berkembang sesuai usianya. Kalo dipaksa dari kecil takutnya anak jadi jenuh. :)

    ReplyDelete
  5. Saya termasuk yang Nay.
    Klo anak pra-sekolah, saya lebih menekankan ke pendidikan karakter dulu : )

    ReplyDelete
  6. dunia semakikn maju, dulu hanya tk bahkan banyak yag tidak tk, sekarang ada paut dan sebagainya. Moga generasi selanjutnya semakin pintar dan beradap.

    ReplyDelete
  7. point pentingnya, Yang paling penting untuk anak-anak usia pra sekolah itu bukan pelajaran calistung, tapi bergerak

    banyak orang tua yg bangga klo anaknya yang masih mas pr sekolah sudah bisa calistung, ternyata kurang tepat, makasih

    ReplyDelete
  8. Saya adalah termasuk orang yang kaga sempat sekolah TK mba..heee

    ReplyDelete
  9. TErimakasih utk seluruh penjabarannya ya mbak.
    Tips2nya di atas mau kupraktekkan juga buat keponakannku yg jga masih belajar calistung dan belum sekolah, hhee

    ReplyDelete
  10. Yay
    Makanya kenapa diajarkan seneng2 pakai montessori aku pegimana lagi ngikuti sekolahan yg skrg cepetnya ampun2 -,-
    Btw kalau meronce gini si raffi kadang mau kadang nggak banyak nggaknya

    ReplyDelete
  11. Kalau saya masih terfokus asal io happy sih teh. Ehehe
    Untungnya di day care nya ada PG dan io suka ikut kegiatan PG tapi tidak di paksakan, yang paling sering di lakuin sih nempelin kertas warna warni gitu dan meronce, kadang anteng kadang aral da belum bisa eun qiqiqii

    ReplyDelete
  12. Saya sih kumaha anaknya saja, kalau pengen belajar hitung ya hayuu, baca hayuu kalau engga mau ya ga usah :)

    ReplyDelete
  13. Saya setuju. Kemampuan motorik anak memang perlu diasah pada usia tersebut. Mengajarkan calistung juga penting asal tidak dengan cara menekan anak dengan kalimat, "harus bisa ini atau itu" :)

    ReplyDelete
  14. Wah, mendidik anak memang harus diberikan pendidikan pada masa kecil

    ReplyDelete