Saturday, August 19, 2017

Cerita Melahirkan Rashya


"Oh, normal? Padahal waktu Jav sesar ya. Hebat...."
"Gimana rasanya? 'Raos' nya ('enak' ya)?"
"Mending mana, normal atau sesar?"

Begitu beberapa komentar yang muncul dari kerabat, teman, dan tetangga ketika mengetahui bahwa kali ini saya melahirkan pervaginam. Jangankan orang lain, saya sendiri saja masih takjub kok, bisa VBAC (Vaginal Birth After Cesarean Section). 

Meskipun rasanya berlebihan juga sih kalau disebut hebat. Karena pertama, jarak dari kelahiran sebelumnya sudah cukup lama, enam setengah tahun gitu loh, heuheu.... Dan kedua, waktu itu alasan operasi sesarnya lantaran air ketuban sudah rembes tapi pembukaan enggak bertambah padahal sudah diinduksi. Jadi selama enggak ada masalah lagi, ya enggak aneh kalau sekarang saya bisa melahirkan pervaginam. 

Selain berdoa agar diberi kelancaran dalam proses persalinan bagaimanapun caranya (pervaginam atau sesar), salah satu usaha saya agar bisa melahirkan pervaginam yaitu memilih dokter kandungan yang pro normal. Alhamdulillah, ternyata pilihan saya dan suami untuk ditangani oleh dr. Annisa memang tepat.

Sejak awal kehamilan hingga menjelang HPL (Hari Perkiraan Lahir) saya sering bertanya pada beliau, kira-kira bagaimana proses persalinan saya nanti. Dengan riwayat sesar, memiliki alergi (sesak napas kalau kambuh), hemoroid yang sempat parah, terdapat 1 lilitan tali pusat, jujur saya merasa khawatir. Namun dr. Annisa selalu memberi jawaban yang menenangkan, "Bisa normal."

Menyenangkan deh kontrol kandungan sama beliau. Setiap USG, dr. Annisa enggak hanya mengecek keadaan seluruh organ tubuh janin, tetapi juga menjelaskannya kepada kami. Penting banget. Soalnya pengalaman sebelumnya bersama dokter-dokter lain, enggak ada yang mau repot-repot menerangkan sedetail itu. 

Makanya, setelah bergalau ria beberapa kali pindah dokter dan rumah sakit, akhirnya saya dan suami mantap memilih untuk melahirkan bersama dr. Annisa di RSIA Humana Prima. Oiya, di RSIA Humana Prima, biaya melahirkan (baik pervaginam maupun operasi sesar) bisa ditanggung oleh BPJS. Enggak perlu surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Langsung datang saja ke IGD. Berhubung kamar rawat inap yang sesuai dengan kelas saya sedang penuh, jadi suami hanya perlu mengeluarkan uang untuk selisih biaya kenaikan kelas.

Nah, sekarang kembali ke topik melahirkan pervaginam versus sesar. Kalau ditanya mending mana, saya hanya bisa meringis. Dua-duanya 'sesuatu', huhuhu.... Yup, jawaban saya pasti klise lah. Kalau melahirkan pervaginam, 'perjuangan'nya (mulas-mulas) terasa berat di awal. Sedangkan melahirkan melalui operasi sesar, 'perjuangan'nya (sakit bekas luka operasi) terasa berat setelah selesai. 

Namun bagi saya pribadi, persalinan pervaginam kemarin terasa lebih traumatis. Mulas-mulasnya sih sudah jelas, wajar lah ya. Nah yang membuat saya enggak nyaman yaitu periksa dalamnya. Dari pukul 11 siang sampai setengah 4 pagi, saya diperiksa dalam 8 kali. Bayangkan, wilayah yang paling saya jaga tersebut diobok-obok sampai 8 kali, hiks.... Ditambah lagi episiotomi dan jahit-menjahit sesudahnya, huhuhu....

Operasi sesar juga jelas diobok-obok sih, dipakaikan kateter, tes alergi, dibelek, dan sebagainya. Tapi karena waktu itu kondisi saya antara sadar dan enggak sadar terus selanjutnya bius total, jadi enggak terlalu terasa, hehe....

Jadi begini cerita melahirkan kemarin. Saya mulai merasakan kontraksi pada tanggal 30 Juli sore. Sejak awal selang waktunya sudah 5 menit sekali. Bahkan aplikasi contraction tracker berkali-kali mengingatkan saya untuk segera berangkat ke rumah sakit. Tapi karena masih terasa ringan, makanya saya santai saja.

Baru pada tanggal 1 Agustus, saya mengajak suami untuk berangkat ke rumah sakit. Pukul 11 siang, ternyata baru pembukaan 1. Berharapnya bisa pulang lagi ke rumah, tapi enggak boleh, soalnya kepala bayinya sudah turun banget. Saya pun masuk ke kamar rawat inap. Makan siang sudah siap, tapi masih enggak nafsu makan nasi. Saya hanya bisa makan buah dan macaroni schotelnya.

Pukul 3 sore, pembukaan naik menjadi 2-3. Saat itu, bidan membantu membuka jalan lahir. Rasanya? Enggak usah ditanya, huhuhu.... Menjelang malam, suami memaksa saya untuk makan malam. Saya mencoba untuk menurut, tapi hasilnya malah jadi muntah. Akhirnya saya hanya makan biskuit dan minum sari kurma.

Pukul 7 malam, pembukaan naik lagi menjadi 3-4. Pukul 11 malam, saya mulai merasa kewalahan. Kepingin mengejan tapi belum boleh. Melelahkan karena setiap kontraksi, terasa sekali ada dorongan ke bawah, tapi harus ditahan. Ternyata pembukaan sudah naik lagi menjadi 4-5. Maka saya dipindahkan ke ruang bersalin. Pukul 3 pagi, belum ada peningkatan, masih di pembukaan 4-5. Akhirnya dokter memutuskan untuk memecahkan ketuban saya. Barulah setelah itu terasa mulas yang aduhai :)

Kontraksi kali ini memang luar biasa, tapi rentang waktunya menjadi agak lama. Setelah tiga kali kontraksi saya meminta izin ke toilet pada bidan, karena seperti ingin BAB. Padahal pas senam hamil saya sudah diberitahu bahwa katanya melahirkan itu seperti BAB yang keras. Tapi malah lupa, heuheu. Tentu saja bidan langsung melakukan periksa dalam lagi. Dan taraaa... pukul setengah 4 pagi, pembukaan sudah lengkap. Cepat banget ya pengaruh ketuban yang sudah dipecahkan.

Dokter yang baru pulang pun dipanggil lagi. 20 menit kemudian saya bisa mulai mengejan setelah dokter datang kembali. Ketika mengejan, saya enggak merasakan apa-apa, baik sakit maupun pergerakan bayi. Hanya agak perih saja. Kontraksinya pun enggak sekuat sebelumnya. Makanya bingung. "Bener, dok?" tanya saya ragu. "Iya betul, terusin." Jadi setiap kontraksi saya terus mengejan meskipun enggak terasa terlalu kepingin mengejan. Seperti latihan pas senam hamil saja. Dan lahirlah Rashya pada pukul 4 pagi.

Untung rumah dokternya dekat dari rumah sakit, jadi beliau bisa bolak-balik mengecek keadaan saya. Padahal saya sempat pesimis, jangan-jangan malam itu dokternya tidur dan baru akan datang setelah pembukaan saya lengkap (seperti yang saya dengar dari pengalaman orang lain). Tapi ternyata dr. Annisa enggak begitu, kondisi saya dipantau terus. Terharu banget deh.

Bidannya juga sabar banget. Bersama suami terus menyemangati saya yang rasanya kepingin menyerah saja. "Yang, udahan...." ucap saya. "Maksudnya? Mau sesar?" pertanyaan suami membuat saya tercenung. Hmmm enggak juga sih. Kondisi saya dan bayi masih oke banget. Sudah mulas lama pula. Masa sesar.... Saya hanya berharap agar keadaan ini cepat selesai. "Sabar ya Bu, atur napas. Memang begini kalau melahirkan normal. Semangat ya, dede bayinya saja semangat," kata bidan. Maklum, meskipun anak kedua, tapi rasanya seperti anak pertama, hihihi....

Eh, tapi kalau dipikir-pikir suami saya beruntung loh. Setiap kontraksi, saya hanya mengaduh sambil meremas besi penahan cairan infus, enggak teriak-teriak sambil mencubit atau mencakar tangannya, hehehe.... 

Huaaa, ternyata begitu rasanya melahirkan pervaginam. Seru, heuheu.... Sesudahnya saya bisa langsung mencium Rashya. Suka banget sama aromanya. Saat itu perasaan saya campur aduk. Antara lega, takjub, tapi sebagian besar justru merasa bingung enggak percaya. Iya saya memang suka lama loading-nya heuheu.... Selanjutnya kami melakukan skin to skin contact. Tapi saya enggak bisa menikmati karena ketika dokter menjahit luka episiotomi, terasa sakit. Padahal sudah dibius loh, huhuhu....

Setelah skin to skin contact selama kurang lebih setengah jam, Rashya dibawa ke ruang perawatan bayi untuk diobservasi. Enam jam kemudian, baru dibawa ke kamar saya untuk disusui (rooming in). Dan malamnya, kami sudah boleh pulang. 


Alhamdulillah.... Terima kasih banyak buat teman-teman yang sudah ikut mendoakan ya. Tapi perjuangan masih panjang nih. Dimulai dari bergelut di seputaran dunia ASI dan popok, hohoho....

36 comments :

  1. Alhamdulillah bisa VBAC, seru ya Teh udah bisa berbagi pengalaman, hmmm saya udah lupa lagi rasanya lahiran kemarin karena ngurus anak rasanya warbiyazah hehe, semoga sehat terus ya!

    ReplyDelete
  2. Alhamdulilah...selamat ya mbak.
    Semoga jadi anak yang soleh. Jangan lupa pake ASI ekslusif kalo perlu sampai 2 tahun.

    ReplyDelete
  3. Barakallah..sehat-sehat ya mba mamanya juga dedenya

    ReplyDelete
  4. Selamat ya, Mbak. semoga sehat selalu untuk keduanya. Aamiin :)

    ReplyDelete
  5. penuh cerita ya mbaaa..selamat untuk kelahiran bebenya

    ReplyDelete
  6. Sama mbak, paling gak suka itu kalo daerah pribadi kita diobok2 untuk lihat bukaan berapa.
    Meski prosedurnya emang gitu, tapi tetap aja risih. Untung dulu bidan jaga nya teman saya jd bisa kompromi sedikit tp pas dokternya ya saya pasrah.

    ReplyDelete
  7. selamat untuk kelahiran buah hatinya ya...

    ReplyDelete
  8. Waaah aku ngeri2 gimana gitu bacanya hahahah, alhamdulillah semuanya lancar & sehat2 ya mba. Aku yg ke-2 ini ngga tau bisa VBAC apa ngga, karena kemaren posisi kepala bayi jg masih diatas :D jadi liat bulan depan, gimana2nya... kmrn dah bilang ke dokternya, kl susah cesar aja deh dok biar cepet hahahaha :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi... Semoga yg terbaik ya, yg penting ibu & bayi sehat & selamat :)

      Delete
  9. selamat yah, sehat selalu ibu dan bayinya. :)

    ReplyDelete
  10. Selamaat ya mbaaak untuk kelahiran debaynya. Baca ini jadi ikut semangat nih. Banyak yang nakut2in tentang vbac. Ternyata kalo sudah ada kisah nyata gini jadi gak semenakutkan yang banyak dikira orang.

    ReplyDelete
  11. Selamat datang ke dunia, Rashya!

    Saya masih bertahan satu anak nih. Karena takut lahirannya uhuhuhu. Dulu ngalamin hemoroid juga pas hamil besar, deeuuhhh sakitnya luar biasa. Lahirannya sesar juga sama karena pecah ketuban & pembukaan cuma berenti sampe 3 :(

    Alhamdulillah lancar persalinannya, Nat. Ngilu baca bagian diobok-oboknya heuheuheu stres sendiri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Duh, jgn ikutan stres, itu mah sayanya aja yg kurang persiapan mental :D

      Delete
  12. Rasyaaaa, alhamdulillah sudah lahir dengan sehat dan selamat, sehat selalu ya nak, selamat ya mbak atas kelahiran babynya, sehat selalu juga buat sang bunda

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah bisa normal setelah Caesar ya..

    ReplyDelete
  14. Kita kebalik ya mba :p. Aku dari awal hamil pertama ampe yg trakhir, udh bilang ama dokter, saya mau cesar, ga akan pilih normal. awal2 dia kaget sih, dan msh coba bujuk normal, tp krn aku keukeuh mau cesar aja, dokterku ngalah. Untung ngalah, krn aku bakal ganti dokter kalo dia ttp bujukin normal :D.

    Selamat utk kelahiran bayinya ya mba :) .. Moga sehat trus, dan dedek bayi bisa ngASI trus :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin... Makasih mba :)

      Hati kecil saya sih pgnnya sesar lg, udah nanggung hehe... Skrg jd luka dua2nya deh :D

      Delete
  15. welcome to the world yaa adik bayi yang lucuu
    smoga sehat teruuusss... aaamiiiin

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah bisa VBAC. Memang perjuangannya beda-beda ya Teh. Semua ada ceritanya masing-masing. Sun sayang untuk adik Rashya :)

    ReplyDelete
  17. Masya Allah, saya membaca ini dari awal sampai akhir sesuatu sekali. Membayangkan bunda adl saya krn pengalaman melahirkan anak pertama kita sama loh bund. Ak jg ketuban pecah duluan tanpa pembukaan, akhirnya hrs SC. Nah, hamil anak kedua ini jaraknya 5 tahun lbh jd yakin bs normal ditambah kt dokter mmg bs.. Tp ttp aj msh gmn gt.. Hihi. Makasih ceritanya bund. Jd nambah referensi buat aku. Btw, ak yg bikin igs di ig td loh. :)

    ReplyDelete
  18. Tulisan yang aku cari. Tentang proses persalinan, agar aku punya gambaran melahirkan itu seperti apa. Makasih ya teh, sudah berbagi cerita :D

    ReplyDelete