Saturday, April 20, 2013

Terima Kasih Be a Writer

Be a Writer, bagi saya adalah sebuah grup Facebook yang sangat misterius. Saya mendengar nama grup kumpulan para penulis keren tersebut dari hasil mengintip kegiatan beberapa teman penulis. Tentu saja saya yang sejak setahun lalu mulai senang belajar menulis,menjadi penasaran lalu mengetikkan nama grup tersebut di kotak pencarian Facebook. Namun apa yang saya dapatkan? Nihil. Benar-benar misterius. 

Beberapa bulan yang lalu, saya baru tahu dari tulisan Mba Windi Teguh bahwa Be a Writer memang merupakan sebuah grup di Facebook yang tertutup dan membatasi jumlah anggotanya sampai 100 orang saja. Hah? Sesaat saya merasa sebal dengan grup tersebut. Sombong sekali mereka, begitu pikir saya. Sok eksklusif. Namun tidak lama kemudian, di akhir tulisan Mba Windi saya mengetahui bahwa mulai bulan Januari 2013, grup tertutup tersebut pindah media menjadi blog yang dapat diakses oleh semua orang. 

Saya pun langsung berkunjung ke blog Be a Writer. Wah, saya mau rak bukunya ternyata saya telah berburuk sangka. Memang saya tidak dapat bergabung dalam komunitas tersebut, tetapi bukan berarti saya tidak dapat mempelajari ilmu menulis dari grup tersebut. Catatan harian, motivasi menulis, cerpen, resensi, info lomba, promo buku, semuanya ada di blog tersebut dan dapat dilihat oleh siapa saja, bukan hanya oleh anggotanya. 

Sejak saat itu, saya rajin mengunjungi blog tersebut. Untuk apa lagi kalau bukan untuk menggali ilmu tentang menulis. Profil penulis, catatan harian, dan motivasi menulis adalah kategori favorit saya. Melalui tulisan-tulisan tersebut, saya selalu merasa tertampar karena menyadari bahwa ternyata saya belum ada apa-apanya dibandingkan dengan para anggota Be a Writer. Namun tamparan itu tidak membuat saya menyerah untuk mewujudkan cita-cita saya sebagai penulis, karena melalui tulisan-tulisan tersebut, saya justru termotivasi untuk tidak pernah berhenti belajar. 

Tulisan yang menurut saya paling menarik adalah artikel Menulis Buruk Lebih Baik daripada Tidak Menulis Sama Sekali! yang ditulis oleh Mba Leyla Hana, pendiri grup ini. Seorang penulis biasanya mempunyai standar masing-masing untuk tulisannya. Saat tulisannya dianggap tidak memenuhi standar, penulis terkadang berhenti menulis. Perasaan bahwa tulisannya jelek, takut mendapatkan kritik pedas, takut tidak ada penerbit yang mau menerbitkan merupakan beberapa contoh yang dapat membuat seorang penulis terjebak dalam kondisi yang disebut sebagai writers block. Padahal menurut AS Laksana, penulis yang gagal bukanlah penulis yang karyanya jeblok di pasaran, tetapi penulis yang tidak pernah menulis atau berhenti menulis. 

Saya camkan kalimat terakhir itu baik-baik. Maka saya pun menulis apa pun yang ada di kepala saya, baik itu tulisan yang bagus maupun tulisan yang jelek (menurut standar saya). Bukankah kalaupun tulisan saya jelek, saya masih dapat memperbaikinya kapan-kapan. Kalau saya tidak pernah menulis, apa yang bisa saya perbaiki. 

Terima kasih Be a Writer. Terima kasih untuk semua anggotanya yang tidak pernah berhenti untuk berbagi ilmu. Semoga blog Be a Writer ini panjang umur sehingga dapat selalu memberikan inspirasi dan motivasi bagi para penulis lainnya.

~~~~~



4 comments :