Sunday, August 24, 2025

Nyetir Pas-Pasan, Beban Luar Biasa

Sebagai mantan captive rider angkot selama belasan tahun masa sekolah dan bekerja, saya merasa selalu dizalimi sama supir angkot yang  nyetirnya ugal-ugalan, minta ongkos seenaknya, dan hobi ngetem. Makanya senang banget dan merasa merdeka ketika akhirnya bisa mengendarai mobil sendiri berhenti bekerja dan memilih menjadi stay at home mother setelah melahirkan anak pertama.

Mau pergi ke mana-mana tinggal diantar suami. Pas suami enggak ada pun saya memang enggak pernah pergi-pergi karena masih mempunyai bayi.

Ketika anak sulung masuk TK, saya mengantar jemput menggunakan sepeda. Lokasinya dekat di komplek seberang. Praktis plus sekalian olahraga juga.

Hingga tiba saatnya saya mengandung anak bungsu. Suami dan Mamah enggak membolehkan saya mengantar jemput pakai sepeda lagi. Terpaksa lah saya harus belajar mengendarai mobil.

Sebenarnya saya pernah kursus mengendarai mobil waktu kuliah. Tapi gara-gara sering diomelin Mamah pas sedang menyetir, saya jadi pundung. SIM-nya hilang pula bersama dompet dan ponsel saat sedang salat di musala jurusan. Ya sudahlah, enggak pernah menyetir lagi.

Makanya karena sudah pernah bisa, ketika harus mulai memegang setir kembali, saya enggak perlu belajar dari nol lagi. Tinggal mengingat-ngingat dan menyesuaikan lagi bersama suami. Parkir paralel, siap. Berhenti dan maju lagi di tanjakan/turunan, aman.

Namun tetap aja, hari pertama mengantar jemput si sulung ke sekolah memakai mobil, baju basah karena keringat. Padahal hanya menyeberang komplek. Cuma memang pas keluar kompleknya itu deg-degan banget, huhuhu.... Baru setelah 2 minggu saya bisa agak santai menyetir, enggak terlalu tegang lagi.

Sekarang sudah hampir 10 tahun saya mengendarai mobil sendiri, apakah mobil ini memerdekakan atau menjajah?

Pastinya Memerdekakan

Yup, tentunya saya menjadi lebih mudah pergi ke mana aja. Bukan hanya mengantar jemput sekolah, tetapi juga belanja, mengajar senam, ke dokter, hangout sama teman, hingga menghadiri acara blogger. Gas.

Mau hujan ataupun panas, enggak menjadi hambatan untuk bepergian. Mengantar anak ke sekolah pas subuh sebelum matahari terbit atau bolak-balik ke rumah sakit malam hari ketika suami operasi varikokel, bukan masalah.


Selain lebih sat set, barang pun leluasa mau bawa sebanyak apa. Dari segi biaya, tentu lebih hemat. Anak-anak pun lebih nyaman, saya enggak perlu khawatir anak ketiduran dan susah dibangunkan ketika sampai tujuan, hihihi....

Soal perawatan, saya enggak perlu pusing, karena bensin, e-money, pengecekan radiator, oli, dan sebagainya sudah diurus oleh suami dan anak. Saya tinggal pakai aja.

Kadang harus berjuang melawan macet, ya dinikmati aja. Kadang gemas sama pengendara motor yang seenaknya, ya sabar aja. Kadang diklaksonin atau didim kendaraan lain, ya cuek aja jangan baper.

Tapi Menjajah Juga

Sayangnya, teknologi yang diciptakan untuk mempermudah hidup ini, kadang malah membuat hidup menjadi lebih rumit karena kemampuan menyetir saya yang masih pas-pasan.

Jadi saya tuh paling takut kalau harus menerjang jalanan yang banjir. Semakin enggak pede karena mobilnya tipe hatchback, bukan listrik, manual pula.

Apalagi rute menuju SD anak melalui daerah yang selalu banjir. Makanya kalau hujan besar menjelang waktu menjemput anak ke sekolah, saya suka resah dan gelisah. Bolak-balik cek media sosial, sudah banjir atau belum, masih bisa dilalui mobil atau enggak.

Rasanya terjajah, takut tapi harus. Meski begitu, ujung-ujungnya ya saya berangkat menjemput juga. Soalnya kalau bukan saya, siapa lagi coba. Sambil berdoa semoga dikasih rezeki mobil SUV yang lebih tinggi dan gagah.

Untungnya sampai saat ini sih masih aman belum pernah kejadian mobil mati di tengah jalanan yang banjir. Amit-amit jangan sampai deh. Kalau memang banjirnya benar-benar parah dan enggak bisa dilalui kendaraan, ya terpaksa lah saya melalui jalan yang agak sedikit jauh memutar.

Selanjutnya, masih berkaitan dengan kemampuan menyetir yang pas-pasan, saya juga merasa terjajah memarkirkan mobil di tempat sempit. Terutama di tempat parkir bertingkat seperti di mal-mal gitu.

Makanya kalau mau pergi ke suatu tempat, saya selalu mengecek kondisi tempat parkirnya terlebih dahulu supaya sudah terbayang sebelumnya. Ada loh channel Youtube yang menunjukkan kondisi tempat-tempat parkir di Jakarta dan Bandung.

Terakhir nih pernah, saya ada acara blogger di sebuah hotel yang lokasinya berdekatan dengan mal. Cek tempat parkirnya ternyata terbatas. Kalau penuh bisa parkir di mal.

Saya pun membuat beberapa rencana. Pertama, parkir di basement hotel. Kalau penuh, rencana kedua, parkir di mal. Valet, karena saya enggak berani parkir di basement mal dengan ramp spiral yang sempit dan meliuk-liuk.

Eh enggak disangka, kata petugasnya ada tempat parkir di basement hotel. Tapi pas dilihat ternyata kecil banget, nyempil di antara tembok dan tiang. Mana waktunya mepet. Sudah terlanjur, akhirnya saya parkir maju, padahal mobil yang lain parkir mundur. Itupun enggak kebayang bagaimana mengeluarkannya lagi, sempit banget. Kepingin nangis, hiks....

Sambil jalan masuk ke hotel, saya langsung menelepon suami. Memastikan beliau yang baru pulang dari luar kota dan sebelumnya sudah berjanji akan menyusul saya ke hotel untuk kencan setitik tetap sesuai dengan rencana. Fiuh, alhamdulillah aman. Entah apa jadinya kalau suami enggak menyusul ke hotel, minta petugas parkir mengeluarkan mobil saya? Huhuhu.... Kapok, enggak lagi-lagi deh.

Makanya saya tuh pilih-pilih banget kalau mau pergi-pergi. Harus mengecek dulu bagaimana kondisi tempat parkirnya. Ujung-ujungnya saya selalu menghindari lokasi-lokasi yang tempat parkirnya sulit. Tunggu pergi bareng suami aja. Dipikir-pikir, pakai mobil kok malah jadi membatasi pergerakan saya ya....

Supaya Tetap Merdeka

Solusinya simpel. Daripada terjajah dengan drama banjir dan tempat parkir yang sulit sehingga membuat saya enggak bisa pergi ke mana-mana, ya enggak usah pakai mobil. Kalau dekat bisa pakai angkot. Kalau agak jauh bisa pakai ojek/taksi online. Kalau ada fasilitas valet, manfaatkan.

Biaya lebih besar, tapi hati lebih tenang. Berbagi rezeki juga dan mudah-mudahan jadi lebih berkah.

Penutup

Rupanya, kemerdekaan itu bukan hanya diukur dari seberapa jago menyetir mobil di jalan banjir atau memarkirkan mobil di mal. Kemerdekaan itu yaitu ketika bisa memilih, kapan mau mengemudi dan kapan mau jadi penumpang aja. Tetap bebas bepergian tanpa perlu memaksakan diri.

~~~

Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog Agustus 2025
Tema: Teknologi: Memerdekakan atau Menjajah?


No comments :

Post a Comment