Saya: "Orang tua udah kerja keras, sampai bisa beli rumah. Sekarang rumahnya mau dikasihin ke anaknya, anaknya harus donasi ke pemerintah?"
Notaris: "Hehehe, ya begitulah, saya sih nyebutnya rampok."
Semakin lama hidup di dunia ini, saya menyadari semakin banyak hal-hal yang enggak sesuai dengan ekspektasi, hal-hal yang enggak bisa kita kendalikan, hal-hal yang menurut saya di luar logika.
Salah satunya berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang menurut saya menyusahkan rakyat sebagian rakyat. Dampaknya memang enggak separah bencana yang sekarang ini terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera. Tapi tetap aja bikin nyeseuk, susah diterima hati, enggak masuk akal.
Tadinya ingin disimpan sendiri aja. Namun dipikir-pikir khawatir enggak sehat juga kalau dipendam sendiri.
Denda Karena Enggak Bayar Pajak Laporan Pajak
Sejak tahun 2018, perusahaan ayah saya enggak mengambil proyek lagi. Mau istirahat katanya. Pegawai juga bubar. Dengan histori pembayaran dan pelaporan pajak disiplin, enggak pernah menunggak dan enggak pernah terlambat.
Tiba-tiba, bulan September 2022, ayah saya mendapat STP (Surat Tagihan Pajak) karena enggak laporan pajak bulan Agustus 2022. Ayah saya pun langsung membayarnya.
Bulan Oktober 2022, mendapat STP lagi karena enggak laporan pajak bulan September 2022. Ayah saya langsung membayar lagi.
Kami pun datang ke kantor pajak. Rupanya meski pajaknya nihil karena enggak ada kegiatan, dengan status perusahaan ayah saya yang masih sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak), setiap bulan tetap harus laporan.
Walah, terlewat nih oleh ayah saya. Akhirnya kami langsung membuat permohonan pencabutan status PKP. Tapi enggak bisa, karena katanya masih ada tunggakan.
Eh tunggakan apa lagi? Kan sudah langsung dibayar. Ketika dicek, jeng jeng jeng... ternyata ngaberebet tunggakan denda dari tahun 2021.
Kaget dan kesal dong. Enggak ada STP, tau-tau tagihan denda banyak sekali. Katanya STP-nya sudah dikirim melalui Pos Indonesia. Saya minta bukti tanda terimanya, enggak bisa jawab. Lah, kita menerima barang belanjaan dari toko online aja harus difoto sebagai bukti, tapi surat sepenting ini enggak ada buktinya?
Oke ini memang salah kami, lalai karena enggak laporan. Tapi seandainya pegawai pajak kerjanya benar, bulan pertama STP tahun 2021 diterima, kami pasti langsung berbuat sesuatu. Logikanya enggak mau kan didenda terus. Entah dengan cara laporan pajak atau mencabut status PKP.
Karena enggak ada apa-apa sampai bulan September tahun 2022, tiba-tiba didenda banyak, jelas kami merasa dirugikan dong. Heran, pegawai pajak ini kerjanya apa sih.
Account Representative (AR) pajak adalah jabatan pelaksana pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah naungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 45/PMK.01/2021 tentang Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak, salah satu tugas AR yaitu menyusun konsep imbauan dan melaksanakan konseling kepada wajib pajak.
Ini sih boro-boro melaksanakan konseling. Pesan Whatsapp enggak dibaca, didatangi ke kantor pintu ruangannya dikunci. Ketika akhirnya bisa bertemu, dia bingung. Cuma bisa ngomong "sistem sistem sistem" kaya robot.
Beda banget sama AR sebelumnya. Perusahaan diraih, kalau ada yang enggak sesuai ditelepon dan diajak diskusi.
Sedangkan AR sekarang, tiba-tiba memberi tagihan aja. Jangankan mengajak konsultasi, memberi imbauan aja enggak, tau-tau kami harus membayar denda berbulan-bulan.
Parahnya lagi nih, tiba-tiba datang surat non aktif karena enggak membayar STP 3 bulan berturut-turut (Januari-Maret 2021). Lucu ya, baru muncul November 2022. Di luar logika.
Tentunya status tersebut membuat proses pembayaran denda berbulan-bulan (tahun 2021 dan 2022), laporan pajak Oktober 2022, dan pencabutan PKP menjadi terhambat. Hingga kemudian datang lagi STP bulan Oktober 2022, astaghfirullah....
Terus saya tanya:
"Yang mengeluarkan surat non aktif siapa?" Bagian apa gitu.
"Yang mengeluarkan STP siapa?" Bagian apa gitu.
"Di bawah KPP yang sama kan? Terus kenapa bisa enggak sinkron?" Karena aplikasi dan sistemnya berbeda.
Speechless.... Aplikasinya berbeda, tapi orangnya bisa ngobrol kan? Oh iya lupa, mereka kan robot.
Lalu kami mengajukan penghapusan/pengurangan denda. Dengan alasan yang jelas, ditambah lampiran selengkap mungkin. Ditolak.
Kata ibu saya, "Udah bayar aja, anggap dirampok." Dipikir-pikir iya juga sih, kantor pajak ini lebih sadis dari pinjol. Kalau pinjol kan seenggaknya kita menikmati uang pinjamannya kan.
Sedangkan ini, perusahaan sudah enggak aktif, transaksi enggak ada, yang berarti penghasilan juga nol rupiah, tapi tega banget tiba-tiba ditagih denda yang sengaja dibuat menumpuk berbulan-bulan tanpa pemberitahuan, teguran, penghapusan, atau ya minimal pengurangan lah.
Dapat Hibah/Warisan, Harus Donasi ke Pemerintah
Atas berbagai pertimbangan, ayah dan ibu saya berencana menghibahkan tanah beserta bangunannya untuk saya dan adik. Kami pun menemui notaris untuk konsultasi, terutama mengenai biaya.
Saya sih sudah siap, karena pernah mendengar kisah Leony yang mengeluhkan biaya pajak puluhan juta rupiah saat mengurus proses balik nama rumah warisan dari mendiang ayahnya. Tapi orang tua dan adik saya, terkejut sekali melihat perkiraan angkanya.
Sehingga muncul lah dialog antara saya dan notaris yang tadi sudah sempat saya tunjukkan di awal tulisan ini.
Saya: "Orang tua udah kerja keras, sampai bisa beli rumah. Sekarang rumahnya mau dikasihin ke anaknya, anaknya harus donasi ke pemerintah?"
Notaris: "Hehehe, ya begitulah, saya sih nyebutnya rampok."
Sebenarnya warisan itu bukan objek pajak. Tapiii, ahli waris tetap harus membayar BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) yang sayangnya besarannya bukan sejuta dua juta rupiah.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung No. 1 Tahun 2024, di Kota Bandung, rumusnya itu:
- BPHTB Hibah = 5% x (NJOP - 80 juta)
- BPHTB Waris = 5% x (NJOP - 300 juta)
Rasanya enggak masuk akal ya, di luar logika. Anak mendapat tanah dan bangunan dari orang tua tuh menurut saya sih merupakan urusan pribadi. Hanya melanjutkan kepemilikan harta keluarga, bukan transaksi baru. Kok pemerintah tiba-tiba ikut nimbrung.
Yang banting tulang siapa, yang ditinggal banting tulang siapa, yang dapet untung siapa.
Karena bagi pemerintah, perpindahan hak atas tanah dan bangunan itu merupakan objek legal yang membutuhkan pencatatan dan pembiayaan administrasi, makanya diciptakan BPHTB sebagai kontribusi untuk daerah.
Ya intinya hanya masalah perbedaan sudut pandang aja. Bagi anak, harta tersebut merupakan pemberian kasih sayang dari orang tua.
Sedangkan di sisi pemerintah, harta tersebut merupakan perolehan hak baru yang patut dikenakan BPHTB sebagai sumber pemasukan terbesar bagi PAD (Pendapatan Asli Daerah). Jadi bagi pemerintah, BPHTB itu ya masuk akal banget, yang penting cuan....
Rajin Menunggak Bayar PBB Bisa Dapat Diskon 100%
Siapa yang rajin dapat reward, siapa yang malas dapat punishment. Logikanya kan seperti itu ya. Tapi enggak bagi pemerintah Kota Bandung.
Demi pemasukan PAD tahun 2025 yang besar, wajib pajak yang menunggak PBB sejak tahun 2012 mendapatkan diskon sebesar 25% bahkan 100% asalkan membayar PBB tahun 2025.
Wuih, enak banget ya. Sedangkan bagi wajib pajak yang selalu membayar PBB tepat waktu (termasuk keluarga kami) dapat apa?
Katanya sih bisa dapat kompensasi, tapi prosedurnya enggak jelas.
Menyikapi Hal-Hal di Luar Logika
Sebagai rakyat jelata warga negara yang baik dan umat Muslim yang berakhlak mulia, saya hanya bisa berusaha menjalani dengan sabar dan ikhlas.
Karena Rasulullah SAW bersabda:
“Tunaikanlah kewajiban kalian, dan mintalah hak kalian kepada Allah.” (HR. Bukhari no. 3603 dan Muslim no. 1843)
“Hendaklah Engkau mendengar dan taat kepada penguasa, meskipun mereka memukul punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan taat.” (HR. Muslim no. 1847)
~~~
Referensi:
~~~
Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog November 2025
Tema: Di Luar Logika
No comments :
Post a Comment