Engga terasa tinggal sebulan lagi jatah cuti melahirkan saya.
Sebelum melahirkan, saya dan suami sudah membuat keputusan bahwa cuti saya ini akan menjadi cuti yang panjang alias berhenti bekerja alias menjadi full time mother. Waktu tempuh perjalanan rumah-kantor yang membuat saya tua di jalan, status pegawai yang tidak jelas, dan yang paling penting tidak ada yang menjaga anak menjadi alasannya. Karena saya masih belum berani untuk mengundurkan diri, jadi kemarin ijinnya cuti melahirkan
Sekarang, saya harus berani mengambil keputusan. Bicara dengan pak bos dan pamit kepada semua rekan kerja atau menikmati saat-saat terakhir seharian bersama anak dan kembali bekerja seperti biasa. Saya sempat ragu lagi untuk menjadi full time mother. Tidak akan ada lagi gajian tiap bulan yang artinya saya 100% tergantung pada suami dan tidak akan ada lagi kegiatan-kegiatan menyenangkan seperti makan siang bareng teman-teman atau belanja/nonton/nyalon sepulang kantor. Mengerikan membayangkan bahwa saya hanya akan berkutat dengan popok setiap hari
Bagi saya, menjadi full time mother sama sekali tidak ringan. Dan saya pikir menjadi working mother akan menjadi lebih ringan, karena tentunya kalau saya bekerja mau tidak mau peran saya di siang hari akan digantikan oleh ART/babysitter. Selama dua bulan menjadi full time mother, rasanya diri ini lelah jiwa dan raga *lebay deh ah* Jenuh karena setiap hari pekerjaan yang dilakukan hanya menyusui dan mengganti popok. Lelah karena tidak mempunyai waktu untuk diri sendiri, kebutuhan pokok seperti makan dan mandi saja harus menunggu anak tidur dulu yang durasinya hanya sebentar. Anak tidur agak lama, saya tidak bisa ikut tidur karena langsung melakukan pekerjaan rumah. Ada teman yang sama-sama punya bayi bilang bahwa posisi saya lebih enak karena masih tinggal bersama orang tua sehigga ada yang membantu. Untuk kasus saya dengan orang tua masih aktif bekerja, adik masih aktif kuliah, dan tanpa ART, artinya saya lebih banyak jadi pembantunya daripada dibantunya
Tapi ini adalah pilihan. Full time mother atau pun working mother tujuan akhirnya pasti sama-sama untuk kepentingan anak. Untuk saat ini, rasanya saya tidak mau melewatkan masa penting tumbuh kembang anak saya. Jenuh dan lelah hilang seketika saat menatap wajah seribu ekspresinya Lagipula untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau melimpahkan perawatan anak pada ART/babysitter :p. Sempat juga menelepon baby daycare dekat kantor untuk nanya-nanya, tapi setelah itu langsung engga tega dan merasa bersalah waktu melihat wajah mungilnya yang sedang tidur lelap
Hmm, mohon doanya ya semoga saya bisa menjadi ibu yang baik
Oiya, apakah egois kalau saya mengajukan me-time pada suami misal 2-3 jam/minggu?
No comments :
Post a Comment