Thursday, February 7, 2013

Dari Perempuan untuk Perempuan

Selama kurang lebih satu tahun setelah menikah, saya dan suami masih tinggal bersama dengan orang tua saya. Memang ada yang mengatakan bahwa tidak baik dua keluarga atau lebih tinggal dalam satu atap. Saya mengerti, karena hal tersebut bisa memancing timbulnya konflik antar keluarga. Tetapi syukurlah, dengan komunikasi yang terbuka dan sikap saling menghargai membuat kami tidak pernah mengalami konflik antar keluarga. Yang terjadi ketika itu justru banyak keuntungannya. Misalnya seperti saya yang bebas dari tugas memasak karena sudah dikerjakan oleh ibu saya atau ayah saya yang menjadi lebih bersemangat saat menonton bola karena ada suami saya yang menemani.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tinggal serumah membuat ibu saya dapat mengetahui konflik yang terjadi pada rumah tangga putrinya. Bukan konflik besar yang menyebabkan saya dan suami berteriak tidak keruan seperti dalam sinetron. Saya dan suami tidak pernah bertengkar. Hanya sifat buruk saya saja yang selalu memasang wajah cemberut jika ada perlakuan suami yang kurang berkenan di hati. Kebiasaan yang terbawa sejak kami masih pacaran.

Melihat kebiasaan tersebut, ibu saya pun menasihati saya.
Kesalahan kecil itu manusiawi. Selama suami bersikap setia dan bertanggung jawab, maka bersabarlah pada kesalahan-kesalahan kecilnya.
Nasihat itu begitu mengena di hati saya. Bagaimana tidak, saya sangat beruntung karena mempunyai ayah yang sangat baik dan bertanggung jawab. Sementara ibu saya tidak merasakan kasih sayang seorang ayah dan menjadi saksi bagaimana ibunya (nenek saya) sakit hati karena ditinggalkan suaminya demi perempuan lain.

Dan sekarang seharusnya saya bersyukur karena mempunyai suami yang bertanggungjawab dan sangat sabar dalam menyayangi saya. Tidak seharusnya saya membesar-besarkan masalah kecil. Bukankan salah satu ciri istri shalihah adalah yang apabila dipandang menyenangkan hati suaminya. Tidak seperti saya dulu, yang menyambut kepulangan suami dengan wajah cemberut hanya karena dia lupa membalas SMS saya.

Sejak saat itu, saya menjadi lebih hati-hati dalam bersikap pada suami. Nasihat ibu saya itu selalu menjadi pengingat apabila saya sedang berhasrat meneror suami dengan puluhan SMS saat dia terlalu lama bermain futsal kesal pada suami. Kini saya sudah tidak pernah terlalu sering cemberut lagi pada suami. Apalagi saya ingat bahwa katanya cemberut itu membuat wajah jadi lebih cepat keriput :D

~~~~~

Posting ini diikutsertakan pada Give Away Perdana Dellafirayama, seorang ibu labil yang tidak suka warna hijau dan hitam.

15 comments :

  1. Aduuuuuhh.. ketujes hati ini.. soalnya aku juga termasuk yang sering manyun sama suami, hehehe..
    Btw aku panggilnya siapa, nih? Lia? Diana?
    Terima kasih partisipasinya. Udah aku catet ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. ternyata saya engga sendiri hohoho..
      makasih ya udah boleh ikut berpartisipasi..
      panggilannya lia aja :)

      Delete
  2. Be a better person everyday, khususnya buat orang-orang yang kita sayangi, smoga menang give away nya ya mbak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul, mudah2an saya bisa terus konsisten memperbaiki diri..
      aamiin.. makasih ya :)

      Delete
  3. Waah.. Pesannya menohok.. :D

    Masih suka nggak rela juga sama si laptop dan futsal.. Wkwkwkwk..

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi..
      tapi sekarang acara futsalnya diilangin jd kasian :(

      Delete
    2. Oh ya gitu? Udah nggak ada? *ketinggalan berita. Soalnya sejak futsal nggak di Kepatihan lagi jadinya saya nggak ngikutin. Apalagi beberapa minggu ini bapaknya anak-anak cedera, jadi absen futsal..

      *lha kok malah ngobrol di sini.. :D

      Delete
  4. hadeuh ini teh rini dan neng onath, masih sama masalahnya ya..laptop dan futsal #kayasendirinyanggakaja hahaha..

    ReplyDelete
  5. TUlisan yang manis dan menginspirasi... terima kasih telah berbagi... :D

    ReplyDelete