Wednesday, October 14, 2015

Bernostalgia di Museum Pos Indonesia


Apakah ada teman-teman yang suka mengoleksi prangko? Sebagai anak yang termasuk ke dalam angkatan 90-an, dulu saya senang mengumpulkan berbagai seri prangko. Sudah terkumpul beberapa album loh. Tapi sayangnya, saat ini tidak tahu sudah berada di mana. Mungkin ikut terjual ke tukang loak, hiks…. Nah, bagi teman-teman yang sama seperti saya, ingin bernostalgia dengan prangko, atau ingin mengetahui sejarah prangko, bisa loh mengunjungi Museum Pos Indonesia di Bandung. 

Museum yang berada di Jalan Cilaki No. 73 ini didirikan pada masa Hindia Belanda, tahun 1931. Dulu namanya Museum PTT (Pos, Telepon, dan Telegrap). Pada tanggal 27 September 1983, bertepatan dengan Hari Bakti Postel, Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi mengganti namanya menjadi Museum Pos dan Giro. Kemudian pada tanggal 20 Juni 1995, seiring dengan perubahan status Perusahaan Umum (Perum) Pos dan Giro menjadi PT. Pos Indonesia, namanya pun berubah menjadi Museum Pos Indonesia. 

Untuk menikmati berbagai koleksi di museum ini, teman-teman tidak akan dikenakan biaya, gratis. Pintu masuknya berada di sebelah kiri Kantor Pos (sayap kanan Kantor Pos). Dari patung Mas Soeharto (Kepala Jawatan PTT 1945-1949), terus jalan ke kiri sampai tiba di resepsionis. Di sana teman-teman dipersilakan untuk mengisi buku tamu, kemudian turun ke bawah melalui tangga kayu.

Patung Mas Soeharto

“Hari ini ku gembira… Melangkah di udara… Pak Pos membawa berita… Dari yang kudamba…” 

Kedatangan saya disambut dengan berbagai lagu yang berkaitan dengan surat atau Pak Pos. Ada lagu-lagu melayu, lagu-lagu dangdut, juga lagu-lagu pop seperti lagu Surat Cinta yang dipopulerkan oleh Vina Panduwinata. Musik tersebut muncul dari diorama suasana interaksi antara Pak Pos dan masyarakat.

Diorama pelayanan pos

Koleksi pertama yang akan teman-teman jumpai di museum ini yaitu depot peti pos dan bis surat. Peti pos merupakan sarana untuk mempermudah layanan bagi para pengguna jasa pos yang berada di gedung bertingkat. Penerima surat dapat mengambil surat-surat yang sudah dimasukkan petugas pos ke dalam laci-laci di peti pos. Laci-laci tersebut dilengkapi dengan kunci, nomor urut, dan keterangan lantai para pelanggan pos. Sedangkan bis surat merupakan sarana untuk mempermudah layanan bagi pengirim surat. Biasanya diletakkan di tempat-tempat strategis di pinggir jalan, sehingga pengirim pos tidak perlu datang ke kantor pos.

Depot peti pos dan bis surat

Koleksi selanjutnya yaitu kumpulan sepeda pos. Sepeda-sepeda tersebut bermerk Falter keluaran tahun 1938. Digunakan pada tahun 1950-an untuk mengangkut surat dari stasiun kereta.

Sepeda pos

Kemudian, teman-teman pun akan tiba di ruangan yang lebih besar berisi berbagai koleksi filateli baik dari dalam maupun luar negeri. Berapa banyak? Banyak sekali! Salah satunya yaitu prangko yang pertama kali terbit di Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda, 1 April 1864. Prangko tersebut bergambar Raja William III, dengan harga nominal sebesar 10 cent.

Prangko pertama yang terbit di Indonesia

Ada juga replika prangko pertama di dunia. Dulu, biaya pengiriman surat dibebankan kepada penerima surat. Namun dengan berbagai alasan, banyak penerima surat yang tidak mau membayar biayanya. Bahkan ada sepasang kekasih yang membuat kode tertentu pada amplop surat sehingga tanpa perlu membuka amplop, si penerima sudah tahu isinya, kemudian mengembalikan surat tersebut tanpa mau membayarnya. Rugi deh perusahaan posnya. Oleh karena itu Sir Rowland Hill (Bapak Prangko Dunia) menciptakan prangko pertama di dunia bernama “The Penny Black” yang diterbitkan di Inggris pada tanggal 6 Mei 1840. Warnanya hitam, bergambar kepala Ratu Victoria, bertuliskan “One Penny”. Prangko sendiri berasal dari bahasa Latin “franco” yang berarti tanda pembayaran untuk melunasi biaya pengiriman surat.

Replika prangko pertama yang terbit di dunia

Masih banyak benda lain yang dipamerkan di museum ini. Tidak hanya koleksi filateli dan koleksi peralatan pos, tetapi juga koleksi sejarah pos dari masa ke masa.

Koleksi filateli, termasuk replika prangko emas

Bagaimana, apakah teman-teman tertarik untuk menikmati berbagai koleksi di Museum Pos Indonesia? Kalau iya, ayo segera rencanakan perjalanan ke Bandung. Museum ini buka setiap hari Senin sampai Jumat mulai pukul 9 pagi sampai pukul 4 sore. Sedangkan pada hari Sabtu, buka mulai pukul 9 pagi sampai pukul 1 siang.

Kiri atas: proses pembuatan prangko, kanan atas: pakaian seragam petugas pos, kiri bawah: gerobak angkut pos, kanan bawah: mesin prangko

No comments :

Post a Comment