Saturday, June 6, 2020

Ramadan dan Idulfitri 1441 H


Selamat Hari Raya Idulfitri 1441 H teman-teman :)
Maaf terlambat, hihihi....

Ramadan dan Idulfitri tahun ini luar biasa ya. Karena pandemi Covid-19, semuanya menjadi berbeda. Bukan hanya ada teman-teman yang enggak bisa mudik, yang menjalani LDM (long distance marriage) pun banyak, huhuhu....

Kondisi saya sendiri termasuk beruntung. Pertama, karena tinggal satu komplek dengan orang tua. Kedua, sebelum PSBB pun anak sudah SFH (school from home) dan suami sudah WFH (work from home).

Sukanya....

Ternyata gara-gara Corona, banyak hikmah dan hal yang saya syukuri di bulan Ramadan tahun ini. Khususnya dalam hal beribadah bersama suami. 

Sahur Bersama
Suami saya bekerja di luar kota. Dekat sih, bisa pulang seminggu sekali setiap akhir pekan. Tapi kalau Ramadan tuh terasa sedihnya. Lima hari dalam seminggu, saya sahur berdua saja dengan Jav. Suami sahur sendiri di kosan. Saya hanya bisa membantu dengan cara memastikan agar dia enggak terlambat bangun. Ramadan tahun ini, kami bisa sahur bersama setiap hari. Suasana sahur terasa menjadi lebih hangat karena ada suami.

Buka Puasa Bersama
Sama seperti sahur, lima hari dalam seminggu, saya tuh buka puasanya hanya berdua dengan Jav. Lebih sedih lagi karena saat akhir pekan, saya malah buka puasa sendiri, hahaha.... Soalnya kalau ada ayahnya, Jav ingin buka puasa di masjid. Suasananya kan lebih seru ya kalau di masjid. Terpaksa lah ayahnya menemani. Kadang, kalau hari kerja juga Jav buka puasa di masjid ditemani kakeknya. Sekarang, semua salat Maghrib dan buka puasa di rumah.

Salat Wajib Berjamaah
Sebelum ada Corona, dalam dua hari di akhir pekan, salat wajib berjamaah di rumah bisa dihitung dengan jari. Soalnya seringnya pergi-pergi kan. Kalaupun enggak pergi, Jav dan ayahnya salat di masjid. Sekarang, karena semua di rumah, setiap hari bisa salat wajib tepat waktu dan berjamaah di rumah.

Salat Tarawih Berjamaah
Salat Tarawih juga begitu. Saya tuh terakhir salat Tarawih di masjid pas hamil Rashya. Setelah Rashya lahir, enggak pernah lagi. Soalnya saya termasuk orang yang enggak pede membawa anak bayi atau balita ke masjid. Enggak nyaman, khawatir mengganggu orang lain. 

Padahal kalau ingin salat Tarawih berjamaah sama suami ya harus ke masjid. Soalnya kalau akhir pekan, suami bertugas jadi imam di masjid. Enggak nyangka Ramadan tahun ini saya dan Rashya bisa ikut salat Tarawih berjamaah bersama suami. Ya meski di rumah, bukan di masjid, huhu....

Langit pagi di 10 hari terakhir bulan Ramadan

Membaca Al-Quran Bersama Ayah
Setelah selesai Iqro dan beralih ke Al-Quran, Jav ikut mengaji di TPA. Seminggu sekali saja dicek sama ayahnya. Itupun kalau sempat, heuheu.... Sekarang, Jav bisa mengaji setiap hari dibimbing ayahnya.

Mendengarkan Sirah yang Dibacakan Ayah
Satu lagi nih, hikmah dari adanya Corona yang membuat ayah bisa 'kembali ke rumah', sekarang ayahnya yang membacakan sirah untuk anak-anak. Senang banget deh. Karena bagusnya kan anak laki-laki itu mendengarkan kisah Nabi Muhammad dan cerita pahlawan Muslim dari role model utamanya, ayah.

Salat Idulfitri di Rumah
Sama seperti salat Tarawih, saya juga sudah lama banget enggak salat Idulfitri. Sekarang keluarga memilih untuk salat Idulfitri di rumah saja. Saya dan Rashya bisa ikut juga, masya Allah.... Kami salat di rumah orang tua. Meski ternyata akhirnya saya enggak bisa ikut salat karena ada halangan. Suami menjadi imam, ayah saya menjadi khatib, dan Jav menjadi muroqi. 

Salat Idulfitri di rumah

Cerita lucunya, saat berangkat ke rumah orang tua, sempat bertemu dengan tetangga yang mau salat di masjid. Yup, DKM komplek kami juga mengadakan salat Idulfitri di masjid, katanya sih dengan protokol kesehatan yang ketat. Pada happy gitu melihat suami juga baru berangkat, katanya "Santai, ustaznya juga masih di sini." Tapi langsung jalan terburu-buru setelah suami menjawab, "Saya mah di rumah," hihihi....

Suasana khotbah penuh haru

Dukanya....

Walau begitu, tentu banyak juga hal sedih yang dirasakan pada lebaran tahun ini. 

Silaturahmi Virtual
Lebaran biasanya menjadi hari yang superpadat bagi kami. Setelah salat Idulfitri di masjid dan makan di rumah orang tua, lanjut silaturahmi ke saudara-saudara ibu, saudara-saudara ayah, kemudian ditutup dengan kunjungan ke rumah mertua dan silaturahmi ke saudara-saudara suami.

Silaturahmi keluarga ayah
Silaturahmi keluarga ayah

Kali ini, kami enggak silaturahmi ke mana-mana. Di rumah orang tua saja seharian. Adik yang di Sukabumi enggak pulang, hiks.... Berkunjung ke rumah mertua di Cimahi juga ditunda dulu, huhuhu.... Cuma bertemu secara virtual via Whatsapp video call dan Zoom meeting sama adik, mertua, dan saudara-saudara. 

Silaturahmi virtual, doa bersama juga virtual

Hidangan Lebaran
Ketika menyadari kalau lebaran tahun ini kami enggak ke Cimahi, saya langsung panik. Godognya gimana dong? Godog (sebutannya macam-macam, berbeda di setiap daerah) yaitu sambal goreng kentang, tumis sayur, dan ase cabe hijau yang digabung menjadi satu. 

Hidangan lebaran di rumah orang tua

Di tempat lain biasanya baru ada di hari kedua setelah lebaran, karena dibuat dari masakan sisa lebaran. Kalau bikinan ibu mertua ini spesial. Dibuat dari masakan segar (bukan sisa) dan sudah siap sejak malam takbiran. Dimakannya bareng ulen goreng, hmmm enak.

Pelipur lara, Bakso Mas Yanto

Godog ini comfort foodnya suami. Tapi ada kabar, ibu mertua enggak akan bikin godog karena cape mengurus adik ipar yang sakit tifus. Waduh, enggak mungkin saya membiarkan suami berlebaran tanpa godog favoritnya. Tiga hari sebelum lebaran, saya langsung belanja bahan dan eksekusi bermodalkan ingatan resep yang ala kadarnya.

Dikirim godog 1 wajan dari Cimahi, lengkap sama ulen, semur, kecimpring, dll

Eh, sore harinya dapat kabar ternyata ibu mertua jadi bikin godog. Alhamdulillah, soalnya godog buatan saya gagal. Beda banget sama buatan ibu mertua, baik dari segi rasa dan tekstur. Setelah pandemi ini berakhir, harus serius belajar bikin godog sama ibu mertua nih.

Pandemi ini rasanya nano-nano ya. Dinikmati dulu. Semoga bisa segera berakhir dan kehidupan bisa kembali normal. Senormal-normalnya, bukan new normal.

No comments :

Post a Comment