Samar-samar, aku mendengar seseorang menangis. Aku segera bangun dari tidurku. Pukul dua dini hari. Itu suara Ibu, aku yakin sekali. Tapi kenapa? Aku menajamkan pendengaranku berusaha mengetahui apa yang terjadi.
"Sudahlah Bu. Nanti kita beli lagi yang baru. Uangnya kan sudah ada."
"Bukan masalah uangnya Pak. Tapi cincin itu kan satu-satunya kenangan dari almarhumah ibuku."
"Iya ini salah Bapak. Seandainya Bapak tidak pulang terlambat, Ibu tentu tidak perlu menggadaikan cincin itu."
"Yang salah itu pegawainya Koh Ahong, cincin gadai kok malah dijual! Belum juga sebulan!"
Sumber |
~~~
"Bapak ini bercandanya keterlaluan ya!" kata Ibu saat keluar dari kamar.
"Apa maksudnya Bu?" tanya Bapak tidak mengerti.
"Ternyata Bapak yang menebus cincin Ibu ya?" tanya Ibu sambil memperlihatkan cincin kesayangannya dengan wajah berseri.
"Loh Bapak tidak tahu apa-apa." jawab Bapak.
"Ternyata bapakmu romantis juga ya Ra." kata Ibu sambil tersenyum padaku lalu kembali ke kamarnya, meninggalkan Bapak yang tampak kebingungan.
~~~
Plak! "Ibu tidak pernah mengajarkan kamu untuk mencuri!" Ibu tiba-tiba muncul di kamarku dan menamparku.
Aku tidak sanggup menatap mata Ibu.
"Tega-teganya kamu merusak hubungan baik Ibu dengan Bu Broto hanya demi cincin itu! Ibu memang hanya seorang buruh cuci di rumah Bu Broto, tapi Ibu masih punya harga diri! Ibu sakit hati saat Mawar mencaci maki Ibu karena telah mencuri perhiasan miliknya." kata Ibu, matanya mulai berkaca-kaca.
"Tapi itu cincin kesayangan Ibu." jawabku membela diri.
"Cincin itu bukan milik Ibu lagi, Ibu sudah berusaha mengikhlaskannya." kata Ibu sambil terisak.
"Tapi Dara tidak mencurinya." kataku.
"Rupanya selain pencuri, kamu pembohong juga ya!" kata Ibu, tangannya siap menamparku lagi.
Tok! Tok! Tok! Mendengar ada yang datang, ibu segera keluar dari kamarku sambil menghapus air matanya.
"Bu Broto."
"Bu Ninin. Saya minta maaf atas kesalahpahaman tadi. Melihat cincin baru Mawar, Dara cerita pada saya bahwa cincin itu adalah cincin kesayangan yang Bu Ninin gadaikan ke toko Koh Ahong, makanya saya berikan cincin itu pada Dara. Sebagai gantinya, saya minta bantuan Dara untuk menjadi pembimbing Melati sampai ujian selesai. Mawar tidak tahu kalau cincinnya sudah saya berikan pada Dara."
Setelah itu masih kudengar Bu Broto berkali-kali meminta maaf pada Ibu atas kesalahpahaman putri sulungnya. Fiuh! Aku bernafas lega. Tanganku memainkan sebuah kalung yang melingkar manis di leherku, kalung yang sempat kucuri dari meja rias Mba Mawar.
~~~~~
430/500 kata
Mungkin saya lemot kali ini. Tapi saya bingung ini PoV-nya. Siapa yang sedang berbicara dengan siapa. Ntar saya baca ulang ya.. :)
ReplyDeleteEndingnya mungkin ya, Mbak...
Deletekalo boleh saran, bagian ini ditambah aja...
"...kudengar Bu Broto berkali-kali meminta maaf pada Ibu atas kesalahpahaman putri sulungnya ini."
Tapi twistnya bagus. Nanti kalo ketahuan yang dicolong kalung, bisa bakar2an rumah itu kayanya T_T
waduuhhh,, uda dibelain eh ternyata nyuri juga..ckckckk
ReplyDeletetwistnya keren mbak.. mungkin kalo ini jadi cerpen ceritanya bisa lengkap dan alurnya bagus.. klo FF kan terbatas jumlah kata jadi meloncat loncat.. heheh
loh Dara kok gitu sih mengambil kesempatan dalam kesempitan, dosa loh :)
ReplyDeleteheran, aku puas baca FF ini. Serius! Meski setiap bagian ditulis dengan singkat, tapi maksudnya tertangkap. Belum lagi ada puntiran cerita di akhir. Keren! :)
ReplyDeleteIya mas.. Keren ya! Tapi ternyata saya harus baca dua kali baru mudeng.. :D
DeleteNah.. pas baca kedua kali baru saya mudeng.. :D
ReplyDeleteJadi si Dara malah nyolong kalungnya Mawar? Manteep endingnya.. :D
Wow... ternyata beneran...
ReplyDeleteJalan ceritanya masih mutar-muter di otak gue! Sumpah gak mau stop! Bingung, dah! ;-)
ReplyDeletengetwist bgt nih mba, ternyata nyuri kalung ya hihihihi
ReplyDelete