Wednesday, September 1, 2021

PTM Terbatas: Yay or Nay?


Sudah hampir 2 tahun Jav menjalani Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Lalu bagaimana sikap kami menghadapi kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk mulai mengadakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas di tahun ajaran baru ini?

Ah, sebelum membahas PTM Terbatas nanti, selama tahun ajaran kemarin sih sekolah Jav sudah sering melakukan PTM.
  • Home Visit. Di awal tahun ajaran baru, wali kelas melakukan home visit ke setiap rumah siswa. Enggak sering, cuma 2 bulan sekali.
  • Playdate. Menjelang pertengahan tahun ajaran, sekolah mulai mengadakan pembelajaran tatap muka, dalam kelompok kecil di salah satu rumah siswa.
  • Penanganan individu. Dan di akhir tahun ajaran, sudah berani mengadakan pembelajaran tatap muka dalam kelompok kecil di sekolah.
  • PTM Terbatas. Sebelum dibagi rapot, sekolah Jav juga sempat mengadakan PTM Terbatas selama 2 minggu karena termasuk ke dalam sekolah percontohan.

Selain Home Visit, Jav enggak pernah ikut. Apalagi PTM Terbatas. Materi sudah beres, ujian juga sudah selesai, untuk apa ke sekolah hanya demi menjadi bahan uji coba pemerintah, heuheu.... Alhamdulillah anaknya maklum dan menurut.

Selama ini pun proses PJJ-nya berjalan lancar. Materi (sesuai kurikulum darurat) tersampaikan, meski secara daring Jav masih bisa berinteraksi dengan guru dan teman-temannya, dan dibandingkan dengan sebelum pandemi capaian belajar pun enggak ada penurunan. Justru saya bersyukur karena bisa lebih mengenal keunikan Jav.   

Sekarang, setelah PPKM berlevel-level, akhirnya PTM Terbatas mulai diperbolehkan lagi. Termasuk Kota Bandung. Sayangnya, alasan Mas Menteri rasanya kurang bisa saya terima.


Untuk alasan nomor 2, saya setuju. Tapi untuk alasan lainnya, hmmm....

Apakah semua masalah itu bisa selesai dengan PTM Terbatas? Bagaimana dengan sekolah-sekolah yang fasilitas dasarnya pun memang belum memadai? PTM, PTM, PTM.... Seolah-olah PTM adalah segalanya. Seakan-akan semua masalah pendidikan bisa selesai dengan PTM. Padahal selama bertahun-tahun, kesenjangan pendidikan di Indonesia belum juga bisa diatasi.

Teman-teman bisa membaca cuplikan potret pendidikan Indonesia di artikel saya sebelumnya ya, #AyoTunjukTangan Dukung Kemajuan Anak Indonesia.

Lalu masalah KDRT. Orang tua melakukan kekerasan kepada anaknya dan solusinya adalah PTM Terbatas. Serius??? KPAI mana KPAI? 


Padahal pendidikan anak itu tanggung jawab orang tua loh, sekolah hanya membantu saja. Makanya ketika orang tua melakukan kekerasan kepada anaknya dan solusinya adalah PTM Terbatas, saya mah enggak habis pikir da.

Jadi ingat webinar yang saya ikuti seminggu yang lalu. Kami (pesertanya) ditanya, apakah pandemi merusak sistem yang selama ini sudah kita jalankan? No.


Pusing sih kalau membahas kebijakan pemerintah. Sekarang mah fokus menyelamatkan diri dan keluarga saja. Makanya ketika kemarin sekolah Jav meminta pernyataan orang tua (lagi) apakah mengizinkan atau enggak mengizinkan anak mengikuti PTM Terbatas, kami menjawab belum mengizinkan. Rasanya terlalu terburu-buru.

Alasannya....

Pertama,
Anak enggak tinggal sendiri. Pasti tinggal bersama dengan keluarganya dong ya.

Kedua,
Setiap keluarga memiliki standar protokol kesehatan yang berbeda. Sekolah memang menerapkan protokol kesehatan yang ketat, di sekolah. Tapi di rumah masing-masing?

Ketiga,
Setiap keluarga memiliki kesadaran yang berbeda. Maaf, kepercayaan saya terhadap orang lain di masa pandemi ini jatuh hingga level 0. Karena sudah mengalami sendiri, ada orang yang anggota keluarganya demam dan jelas-jelas anosmia, tapi masih tetap santai bertamu ke rumah saya.

Keempat,
Setiap keluarga memiliki tingkat mobilitas yang berbeda. Ada yang orang tuanya WFH, ada yang WFO, bahkan ada yang harus bolak-balik ke luar kota.

Kelima,
Setiap keluarga memiliki tingkat risiko kesehatan yang berbeda. Ada keluarga dengan kakek nenek yang rentan, ayah ibu yang memiliki komorbid, atau adik yang masih kecil.

Keenam,
Anak SD seusia Jav (di bawah 12 tahun) belum mendapatkan vaksin.

Coba bayangkan, jika terjadi penularan cluster sekolah. Karena sudah divaksin, guru-gurunya mungkin terlindungi dan hanya bergejala ringan. Tapi murid-murid dan keluarganya?

Memang, keputusan mengikuti PTM Terbatas ini bergantung pada pilihan dan izin orang tua. Tapi bisakah anak yang memilih untuk tetap PJJ mendapatkan hak yang sama dengan anak yang mengikuti PTM Terbatas?

Pengalaman PTM Terbatas di sekolah Jav kemarin, kegiatan belajar mengajarnya dilakukan secara hybrid. Guru mengajar di kelas sambil tersambung melalui Zoom dengan anak-anak yang PJJ di rumah. Kata Jav, "Enggak jelas gurunya ngomong apa."

Ya semoga pemerintah bisa menghasilkan kebijakan pendidikan yang lebih komprehensif, bukan hanya sekadar menentukan PJJ atau PTM Terbatas saja.

Kalau teman-teman, bagaimana pendapatnya tentang PTM Terbatas ini?

Semua kembali pada kondisi dan pilihan masing-masing orang tua. Enggak apa-apa ya kalau kita berbeda pendapat. Tulisan ini berasal dari sudut pandang saya yang cuma ibu rumah tangga. Tapi seandainya pandemi ini terjadi 10 tahun yang lalu dan saya bisa WFH, mungkin saya enggak perlu resign, hehehe.... 

2 comments :

  1. Bener banget ini di balik musibah pasti ada hikmah, setuju banget kalau belajar daring ini juga bisa membangkitkan hubungan anak dan orang tua

    ReplyDelete
  2. mnrt aku ptm ini lebih ke yg udah vaksin aja sih mendingan, tingkatan smp ke atas

    ReplyDelete