Showing posts with label unek-unek. Show all posts
Showing posts with label unek-unek. Show all posts

Wednesday, September 1, 2021

PTM Terbatas: Yay or Nay?


Sudah hampir 2 tahun Jav menjalani Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Lalu bagaimana sikap kami menghadapi kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk mulai mengadakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas di tahun ajaran baru ini?

Thursday, April 18, 2019

Berani Parkir Sembarangan? Siap-Siap Kena Cabut Pentil...


Tahun 2018 yang lalu, saya pernah membaca bahwa Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Perhubungan Kota Bandung akan semakin tegas memberikan sanksi kepada kendaraan yang parkir sembarangan. Saya cuma membaca sekilas saja sih, enggak terlalu memerhatikan, hihihi.... Toh selama ini saya selalu mematuhi peraturan, termasuk enggak pernah parkir sembarangan, hohoho....

Tuesday, April 19, 2016

Indeks Kebahagiaan: Antara Angka dan Kenyataan

indeks kebahagiaan

Sekitar sebulan yang lalu, ada acara ramai-ramai di lapangan komplek seberang. Kegiatannya yaitu sepeda santai, bazar, lomba nasi liwet antar RW, pentas seni persembahan anak-anak sekolah, dan lain-lain. Rupanya acara tersebut diadakan dalam rangka perpisahan bersama Ibu Camat yang pensiun dini karena alasan kesehatan. Kebetulan ayah dan suami saya ikut sepeda santai. Jadi setelah agak siang, saya dan ibu saya menyusul ke sana. Mengincar produk bazarnya :D

Yang spesial di acara tersebut adalah hadirnya Bapak Walikota Bandung tercinta, Kang Emil. Langsung deh dikerubungi ibu-ibu yang heboh kepingin foto welfie sama beliau. Saya? Ah santai saja. Dulu zaman saya masih kerja dan beliau belum jadi walikota, sudah sering ketemu kalau ada kegiatan di SAPPK ITB. Ketemu aja, da enggak kenal juga sih, wkwkwk....

Pada kesempatan kali itu, Kang Emil menyampaikan banyak petuah. Mulai dari izin dan pinjaman untuk UKM yang semakin dipermudah (dalam rangka memanfaatkan peluang dari jumlah wisatawan di Kota Bandung yang terus meningkat). Hingga tentu saja himbauan untuk para jomblo, heuheu....

Kang Emil juga menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Statistika UNPAD dan menggunakan data dari BPS, dalam skala 0-100, indeks kebahagiaan warga Kota Bandung yang pada tahun 2014 sebesar 68,23, meningkat menjadi 70,60 pada tahun 2015.

Mengetahui data tersebut, saya mengerutkan kening. Apa saya bahagia? Iya sih kalau di rumah. Tapi kalau di luar rumah? Hmmm, entahlah.... Loh kok? Kan sekarang di Bandung banyak taman? Jujur, saya belum pernah menikmati. Lebih tepatnya, sulit untuk menikmati. Lah, setiap akhir pekan macet begitu. Makanya  setiap akhir pekan, kalau enggak terpaksa, orang Bandung saya mah mending diam saja di rumah :(

Nah, awal April kemarin, hari Minggu, saya kan ingin menemani suami yang sedang menginap di rumah sakit setelah menjalani operasi gigi geraham. Berangkat dari rumah di Ciwastra pukul setengah sembilan pagi. Coba tebak pukul berapa saya tiba di RSHS? Pukul sebelas siang. Dua setengah jam dong T_T Kalau sudah begitu, tentu saja bisa dipastikan indeks kebahagiaan saya merosot tajam.

Dengan tingkat kemacetan Kota Bandung yang separah itu, kok bisa ya indeks kebahagiaannya tinggi begitu? Ternyata, setelah saya mencari tahu, sepuluh indikator yang digunakan untuk mengukur indeks kebahagiaan itu adalah:
  1. Keharmonisan keluarga (78,34)
  2. Hubungan sosial (74,20)
  3. Kondisi keamanan (73,56)
  4. Kesehatan (73,55)
  5. Keadaan lingkungan (71,94)
  6. Ketersediaan waktu luang (71,79)
  7. Kondisi rumah dan aset (69,00)
  8. Pekerjaan (66,97)
  9. Pendidikan (65,09)
  10. Pendapatan rumah tangga (63,72)

Oh, pantas. Indikatornya agak aneh. Apakah pekerjaan yang  mapan dan pendapatan rumah tangga yang tinggi dapat menjamin kebahagiaan? :D Indikator waktu tempuh perjalanan pun enggak diukur. Padahal penting loh. Karena berdasarkan hasil penelitian yang pernah saya baca di sini, menunjukkan bahwa:
The longer the drive, the less happy people were. A person with a one-hour commute has to earn 40% more money to be as satisfied with life as someone who walks to the office. For a single person, exchanging a long commute for a short walk to work has the same effect on happiness as finding a new love.
dan
The more we flock to high‑status cities for the good life – money, opportunity, novelty – the more crowded, expensive, polluted and congested those places become. Surveys show that Londoners are among the least happy people in the UK, despite the city being the richest region in the UK.
Wow! Mungkin sebaiknya UNPAD juga memasukkan indikator waktu tempuh perjalanan dalam pengukuran indeks kebahagiaan warga Kota Bandung, agar hasilnya bisa lebih mendekati kenyataan.

Namun di balik semua angka-angka tersebut, sebenarnya bahagia itu kan relatif ya. Saya pernah baca juga kutipan (lupa dari mana), bahwa:
Bukan bahagia yang membuat kita bersyukur, tetapi dengan bersyukur dapat membuat kita bahagia ;)

Tuesday, December 1, 2015

Derita Anak Sulung


Beberapa waktu yang lalu, suami menemani Jav bermain di taman komplek. Sepulangnya dari sana, suami cerita bahwa selain Jav ada juga anak-anak lain yang sedang bermain. Maklum, weekend. Nah di antara anak-anak lain tersebut ada sepasang kakak-adik yang juga sedang bermain sambil ditemani ayahnya. Namun ayahnya terlihat sibuk dengan ponselnya.

Tiba-tiba si adik terjatuh dan menangis. Coba tebak apa yang dilakukan ayahnya? Bukannya memperhatikan si adik, dia malah memukul dan memarahi kakaknya. Intinya sih, dia menyalahkan si kakak karena enggak becus menjaga adiknya. Padahal menurut suami saya, usia si kakak sepertinya enggak jauh berbeda dengan usia Jav. Berarti masih balita!

Duh, rasanya gemas sekali ketika saya mendengar cerita itu....

Memang enggak aneh sih apabila orangtua 'berharap' sangat besar pada si sulung. Biasanya si sulung selalu dibebani tanggung jawab yang lebih berat daripada si bungsu. Harus jadi panutan untuk adik-adiknya, harus mengalah kepada adik-adiknya, harus bisa menjaga adik-adiknya, dan lain-lain. Hal tersebut dianggap wajar. Saya sendiri memang banyak melihat di sekitar, bagaimana si sulung sering mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan, hanya karena dia dilahirkan lebih dulu dari adiknya. Hmmm, padahal si sulung tetaplah seorang anak (bahkan mungkin balita) yang juga masih butuh perhatian dari orangtuanya :(

Saya memang belum memiliki pengalaman bagaimana cara mengasuh anak yang adil. Anak saja baru satu, hihihi.... Namun, saya sudah bertekad untuk lebih berhati-hati apabila nanti diberi amanah anak lebih dari satu. Di antaranya:
  • Memberikan perlakuan yang sama. Siapa pun yang berbuat salah, harus ditegur dengan cara yang baik. PR banget nih. Lah sekarang saja kadang saya masih suka kelepasan membentak Jav. Padahal membentak kan enggak baik untuk perkembangan anak :(
  • Ketika anak-anak bertengkar, jangan memihak siapa pun. Posisikan orangtua dalam posisi yang netral. Kadang saya perhatikan, apabila dibiarkan, anak-anak bisa kok menyelesaikan sendiri masalahnya. Apabila orangtua ikut campur dan membela salah satu anak, masalah mungkin bisa lebih cepat selesai. Namun akan menimbulkan rasa sakit hati pada anak yang lain. Jangan sampai deh, anak tumbuh menjadi pribadi yang pendiam, tertutup, dan enggak percaya diri karena pola asuh orangtua yang salah.
  • Ketika mereka bertengkar dan mengarah pada hal yang membahayakan, baru orangtua harus ikut melibatkan diri. Bukan untuk memberi solusi singkat, bahwa salah satu anak harus mengalah. Tapi untuk mengetahui apa penyebabnya, lalu setelah itu baru mencarikan solusi yang adil, baik bagi pihak yang benar, maupun bagi pihak yang salah.
  • Jangan beri beban pada salah satu anak untuk menjadi panutan, contoh, atau teladan bagi anak lain. Masa anak balita yang sedang aktif dan butuh menyalurkan energinya serta melatih motorik kasarnya, harus duduk manis menemani adiknya yang masih batita, misalnya. Beda usia, berbeda pula kebutuhannya. Kasihan dong, kalau dibatasi.
  • Hati memang enggak bisa dipaksakan. Mungkin ada saja sih kecenderungan kita lebih menyanyangi anak yang satu daripada anak yang lain. Namun jangan diperlihatkan. Kita enggak bisa mengatur hati, tapi masih bisa kan mengatur sikap. Tong nyirikeun teuing.

Berikut saya tuliskan kutipan dari novel keren 'Sabtu Bersama Bapak' yang terkait dengan anak sulung.
"Seorang anak, tidak wajib menjadi baik atau pintar hanya karena dia sulung. Semua anak wajib menjadi baik dan pintar karena memang itu yang sebaiknya semua manusia lakukan. Menjadi panutan bukan tugas anak sulung-kepada adik-adiknya. Menjadi panutan adalah tugas orangtua-untuk semua anak."
(Sabtu Bersama Bapak, halaman 105)
Ketika orangtua memberikan waktu dan ruang untuk bersimpati dan berempati dengan si Sulung, anak sulung itu akan memiliki waktu dan ruang untuk bersimpati dan berempati pada adik-adiknya.
(Sabtu Bersama Bapak, halaman 208)

Friday, May 1, 2015

Tetangga Masa Gitu

Sumber
Beberapa minggu terakhir ini, Jav sedang gemar-gemarnya bermain bersama salah satu anak tetangga, sebut saja X. Setelah selama ini dikelilingi oleh anak-anak tetangga perempuan, wajar apabila dia senang sekali bermain dengan anak tetangga laki-laki. Umurnya pun sebaya, hanya berbeda satu bulan.

Jujur, saya tidak mengenal orang tua X. Keluarga mereka baru pindah beberapa bulan yang lalu. Tidak ada acara syukuran, oke lah. Tapi juga tidak berusaha memperkenalkan diri pada tetangga sekitar--saya. Hmmm… mungkin memang begini perilaku orang-orang zaman sekarang, sudah melupakan etika bertetangga.

Walaupun baru tinggal di rumah ini selama empat tahun, tapi saya sudah tinggal di komplek ini sejak lahir. Sebagai warga lama, sejak remaja hingga sekarang, saya lumayan aktif di komplek. Jadi tidak heran apabila sebagian besar warga di komplek ini sudah mengenal dan berhubungan baik dengan saya. Jadi, kalau ada tetangga baru yang tidak mau kenal ya sudah, saya sih tidak rugi.

Dulu, rumah saya merupakan bangunan pertama yang menempati kaveling baru di komplek ini. Kanan-kiri-depan rumah dikelilingi oleh tanah kosong. Ketika satu per satu rumah lain mulai dibangun, saya merasa sangat antusias karena akhirnya bisa mempunyai tetangga. Saya berkhayal bahwa nanti bisa bertukar resep masakan, bersama-sama menemani anak bermain di taman, atau saling menjaga anak ketika salah satu butuh pergi mendadak.

Sayangnya, khayalan saya belum pernah kesampaian. Jangankan bisa seakrab itu, kenal saja tidak. Tetangga-tetangga saya tersebut pindah dan tinggal begitu saja. Setiap melewati rumah saya, ya lewat saja, padahal saya sedang nangkring di depan rumah. Mau saya ajak senyum, malah pura-pura tidak melihat. Kesal? Tidak. Kecewa? Iya.

Kalaupun akhirnya kami kenal, itu karena saya yang SELALU menghampiri mereka ketika mereka sedang berada di halaman rumah. Padahal saya tipe orang yang sangat pemalu loh. Habis bagaimana lagi? Masa tinggal di lingkungan yang sama tapi tidak saling mengenal?

Bagi saya hubungan dengan tetangga seharusnya lebih erat daripada dengan saudara. Bukankah apabila terjadi sesuatu pada kita, tetangga yang akan tahu lebih dulu tahu daripada saudara. Jadi, siapa yang memperkenalkan diri terlebih dahulu tidak menjadi masalah.

Lucunya nih. Kemarin, Jav mengajak X main di dalam rumah. Awalnya X menolak, tapi menyerah juga setelah dibujuk oleh Jav. Yang membuat saya bengong yaitu ketika kakak perempuan X datang dan melarang X main di dalam rumah Jav. Sambil memasak di dapur, saya menguping kata-kata kakaknya X. Intinya, X tidak boleh main di dalam rumah Jav, karena nanti dimarahi mamanya. Ini--rumah Jav--rumah orang lain, keluarga mereka tidak mengenal ayah dan ibu Jav.

*Gubrak!* Tetangga masa gitu?

Alasan mamanya X untuk tidak membiarkan anaknya bermain di rumah orang asing memang bagus sih. Tapi, rasanya tidak pantas deh dia berbicara seperti itu selama dia--sebagai warga baru--belum memperkenalkan dirinya pada tetangga sekitar.

Saya sendiri belum pernah memiliki pengalaman menjadi warga baru. Tapi berdasarkan hasil pencarian dari berbagai sumber, berikut beberapa etika bertetangga untuk beradaptasi di lingkungan baru:
  • Kalau ada dananya, mengundang tetangga sekitar untuk datang ke rumah. Syukuran sekaligus memperkenalkan diri.
  • Mendatangi langsung rumah tetangga. Tidak perlu semuanya, cukup tetangga kanan-kiri-depan.
  • Rajin nangkring di depan rumah.
  • Murah senyum dan tidak malas menyapa tetangga.
  • Aktif mengikuti kegiatan di lingkungan seperti arisan, kerja bakti, dan lain-lain.
  • Rajin mengikuti pengajian atau--untuk laki-laki--rutin salat berjamaah di masjid.

Bukan hanya warga baru loh, untuk warga lama pun ada etikanya juga untuk menyambut tetangga baru, di antaranya:
  • Menyambut atau minimal memberi senyum pada tetangga baru ketika melihat truk pengangkut barang di depan rumahnya.
  • Menawarkan bantuan atau memberikan camilan ketika tetangga baru sedang sibuk pindahan.
  • Meyakinkan tetangga baru agar tidak sungkan menghubungi apabila membutuhkan informasi.

Ada tambahan? :)

Tuesday, May 7, 2013

Terlambat

Saya benci pada orang yang hobi datang terlambat. Ketika masih SMA, saya pernah membuat janji dengan seorang teman untuk bertemu di depan sebuah komplek perumahan. Rencananya kami akan mengerjakan tugas kelompok di rumah teman kami yang lain yang berada di komplek perumahan itu. Lima menit... Sepuluh menit... Lima belas menit saya menunggu di pinggir jalan, tapi teman yang ditunggu belum muncul juga. Saya langsung menelepon ke rumahnya melalui telepon umum. Dan saya sangat terkejut saat mengetahui bahwa teman yang saya tunggu-tunggu itu baru bangun tidur. Apa??!! Saya yang ketika itu terkenal kalem dan anggun pun kehilangan kontrol lalu menangis sambil mengamuk dan mencaci maki teman saya itu. Memang teman saya itu sering terlambat datang ke sekolah, tetapi saya tidak menyangka dia juga tega membiarkan saya berdiri menunggunya di pinggir jalan seperti orang bodoh. Apa dia tidak mengenal teknologi yang disebut jam weker??? Sungguh perilaku yang tidak bertanggungjawab. Saya merasa telah dikhianati. 

Ternyata kehidupan setelah SMA, lebih parah lagi. Terlambat sepertinya bukan perilaku yang tidak bertanggungjawab, namun sudah dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Entah sudah berapa ratus kali saya datang tepat waktu untuk mengerjakan tugas kelompok, rapat himpunan, dan latihan menari, namun kegiatan-kegiatan tersebut tidak dapat segera dimulai karena masih menunggu teman yang terlambat. Entah sudah berapa puluh kali saya datang terburu-buru dan agak terlambat untuk mengerjakan tugas kelompok, rapat himpunan, dan latihan menari, namun ternyata ketika saya sampai kegiatan-kegiatan tersebut belum juga dimulai karena masih menunggu teman yang lebih terlambat dari saya.

Saya tidak mengerti. Saya yang tinggal nun jauh dari kampus, selalu berusaha untuk datang tepat waktu. Tetapi kenapa teman-teman yang tinggal sangat dekat dengan kampus selalu datang seenaknya dan menyia-nyiakan waktu saya teman-teman lain. Kalau terlambat sekali-kali ya dapat dimaklum lah, tapi kalau menjadi kebiasaan, sungguh menyebalkan. Terlambat dimulai, tentu menyebabkan terlambat selesai. Padahal selain kegiatan kampus, saya juga punya acara lain dengan teman-teman saya, keluarga saya, dan pacar saya (ehemm..). 

Teman-teman saya itu bukan hanya hobi datang terlambat, mengerjakan tugas pun selalu nyaris terlambat. Pernah suatu sore saya datang ke kampus dengan mata yang mengantuk dan kepala yang pusing karena tidak tidur demi selesainya tugas tapak yang harus dikumpulkan hari itu. Setelah mengumpulkan tugas, impian saya untuk segera pulang dan tidur harus kandas karena atas nama kebersamaan dan solidaritas, saya membantu mengerjakan tugas teman yang belum selesai. 

Setelah lulus kuliah dan mulai bekerja, karena masih berada di lingkungan yang sama, saya mendapati bahwa dunia bekerja pun tidak jauh berbeda dengan dunia kuliah. Suram. Saya selalu dirugikan. Nasib baik tidak pernah berpihak pada orang yang tepat waktu seperti saya. 

Bahkan setelah berhenti bekerja pun bukan berarti saya bebas tidak berurusan lagi dengan orang-orang yang hobi terlambat. Dokter yang tidak pernah datang tepat waktu atau penjahit yang belum menyelesaikan pesanan saya padahal bajunya akan dipakai tiga jam lagi.

Selama nasib baik selalu menyertai mereka yang hobi terlambat, tidak ada yang dapat saya perbuat kecuali menyiasatinya. Daripada mengomel menunggu dokter yang tidak kunjung datang, lebih baik datang satu jam lebih lambat dari waktu yang sudah ditentukan. Daripada deg-degan menanti baju yang belum selesai dijahit, lebih baik sedikit berbohong mengatakan bahwa bajunya akan dipakai dan harus selesai seminggu lebih cepat dari waktu yang sebenarnya.

Bagi orang-orang yang hobi terlambat, tolong hargailah waktu orang-orang di sekitar kalian. Bagi orang-orang yang selalu dirugikan oleh orang-orang yang hobi terlambat, mari kita doakan semoga penyakit mereka bisa sembuh.

Terima kasih untuk Mba Latree atas prompt-nya minggu ini (meskipun sedikit terlambat), sehingga saya bisa mengeluarkan uneg-uneg saya hihihi.

~~~~~

Untuk Lampu Bohlam: Prompt #10 Terlambat

Monday, May 28, 2012

Curhat Ibu Rumah Tangga

Sebagai ibu yang memilih untuk selalu menyediakan makanan homemade untuk anaknya, dua minggu ini lumayan cape badan dan pikiran dalam rangka nikahan adik (dua minggu yang lalu) dan adik ipar (minggu kemarin). Demi acara nikahan ini, saya harus ngungsi beberapa hari di rumah orang tua dan mertua. Namanya juga acara nikahan, pasti suasana rumah orang tua dan mertua bakal sibuk dan engga memungkinkan saya buat masak. Makanya saya puter otak milih menu yang awet, bisa dibikin di rumah, dan tinggal diangetin di rumah orang tua dan mertua. Saya juga harus memikirkan cemilan.apa yang harus dibawa, supaya engga disuapin makanan yang aneh-aneh sama saudara dan kerabat. Setelah nemu menunya, saya pun berjibaku di dapur beberapa hari sebelum ngungsi.

Waktu Jav makan homemade chocolate cookies di acara nikahan, coba komentar apa yang saya dapet?
"Waa rajin ya.. Engga ada kerjaan sih, jadi sempet bikin beginian.."

What?! Engga ada kerjaan?! Kalau engga ada kerjaan, saya pasti sempet manjain diri di salon, manjain lidah di tempat makan favorit, manjain pikiran di toko buku.

Mentang-mentang saya ibu rumah tangga, enak aja bilang saya engga ada kerjaan. Itu semua makanan Jav saya bikinnya kalau siang curi-curi waktu pas Jav tidur siang, kalau malem bikinnya abis beres nyuci dan nyetrika. Bikinnya pakai perjuangan. Enak aja dibilang engga ada kerjaan.

Sekian edisi curhat saya.

Thursday, February 16, 2012

Masak Sendiri Loh!

Ada apa ya dengan muka Lia atau penampilan Lia? Ko sampai-sampai banyak orang yang ngira Lia ga suka masak.

Contoh 1
Mamah Mertua nengok Jav yang masih bayi. Terus ngeliat makanan di meja makan.
Mamah Mertua: "Meni rajin ya Mamah masak dulu sebelum ke kantor.."
Lia: "Ini mah Lia yang masak Bu.."
Mamah Mertua: "Oh bukan Mamah?"
Lia: "Bukan.."

Contoh 2
Pertama kali belanja ke warung semenjak pindah rumah.
Si Ibu Warung: "Sekarang mah harus masak yah, kan udah ga tinggal bareng sama Mamah.."
Yaelah waktu masih tinggal bareng Mamah juga suka masak kali, apalagi si Mamah ini wanita karir super sibuk. Emang sih ga sering, tapi semenjak punya suami yang request ingin makan apa, ya pasti Lia yang masak lah, masa request minta masakin ke Mamah.

Contoh 3
Waktu itu ada Tante Tetangga dan anaknya namu ke rumah. Anaknya itu ngemil terus, ya Lia tawarin aja makan, kan masih jam makan siang.
Lia: "Laper Put? Makan aja atuh yuk.."
Si Tante: "Ah si Teteh nawarin makan, kaya yang masak aja.."
Lah, kalo ga masak, Lia makan apa? Apalagi Lia kan menyusui.

Contoh 4
Waktu punya pembantu baru, Mamah Mertua dateng.
Mamah Mertua: "Si Bibi ngerjain apa aja?"
Lia: "Nyapu, ngepel, nyuci, nyetrika.."
Mamah Mertua: "Oh ga masak?"
Lia: "Engga.. Ga bisa katanya.."
Beberapa jam kemudian Mamah dateng. Mamah Mertua ngobrol sama Mamah.
Mamah Mertua: "Si bibi ngerjain apa aja?"
Mamah: "Nyapu, ngepel, nyuci, nyetrika.."
Mamah Mertua: "Oh ga masak?"
Mamah: "Engga.. Ga bisa katanya.."
Ya ampun, engga percaya amat sih kalo Lia engga dimasakin sama si Bibi.

Contoh 5
Lagi-lagi waktu Lia belanja ke warung.
Si Ibu Warung: "Enak ya rumahnya deket sama Mamah, jadi bisa dikirim makanan terus, engga usah masak.."
Lia: "Ah engga Bu, Mamah kan sibuk.."
Si Ibu Warung masih aja engga percaya kalau Lia makan itu ya hasil masakan Lia sendiri.

Contoh 6
Lagi-lagi cerita dengan Mamah Mertua. Waktu Mamah Mertua ngajak saudara-saudaranya ke rumah, kan udah malem tuh. Berhubung makanan hasil masakan Lia tinggal dua porsi lagi, makanya pesen makanan dari luar. Pas nawarin saudara-saudara makan, Mamah Mertua ikut nawarin.
Mamah Mertua: "Yuk makan.."
Saudara: "Ah engga usah repot-repot.. Mana engga ada pembantu.."
Mamah Mertua: "Udah disiapin.. Da engga pernah masak, beli aja.."
APA?! Pengen jeduk-jedukin kepala ke tembok. Untung diklarifikisi sama suami. Berhubung di rumah cuman berdua, jadi Lia kalau masak suka dipas-pasin supaya ga sisa. Jadi kalau Mamah Mertua berkunjung, pesen makanan lah dari luar. Tapi malah dikira suka pesen makanan dari luar tiap hari. Hiks.

Penampilan Lia ini penampilan orang kaya yang engga cocok ngehabisin waktu buat masak kali yah. Hihi.

Monday, September 19, 2011

Dokter Oh Dokter

Apa udah etika dokter atau apa kuliah di kedokteran bikin mereka ngerasa paling pinter jadi mereka males nerangin dgn jelas, toh pasiennya 'bodo' ini, diterangin panjang lebar jg ga akan 'ngerti'..?? Weew..

Setelah dateng ke 2 dokter tanpa penjelasan penyakit yg jelas, sementara panas dingin naik turun terus secara drastis, maka datanglah saya ke dokter ke-3.
Dokter: Wah terakhir kesini masih nona, sekarang sudah nyonya:)
Saya: Iyalah terakhir kesini 7 tahun yg lalu :) (males banget ke dokter kalau ga urgent begini)
Mamah: Udah punya anak dok, 8 bulan, gimana ya, gapapa kalau menyusui? (mamah takut Jav ketularan)
Dokter: Ya engga:)

Setelah diperiksa + tes lab.
Dokter: Iya positif tifus, jadi mau opname dimana?
Saya: Boleh bedrest di rumah aja dok? Kan menyusui.
Dokter: Ga bisa menyusui, nanti anaknya ketularan. Kalau ga mau opname, kontrol kesini 4 hari lg.

Shock, cuman mau gimana lg. Kasian Jav harus minum sufor (stok ASIP di rumah cuman sedikit :(().

Ngerasa ga sreg, setelah browsing sana sini, hasilnya: 
1. Penularan penyakit tifus lewat kotoran --> bukan lewat asi
2. Antibiotik untuk tifus memang keras dan tidak cocok untuk ibu menyusui, antibiotik untuk ibu menyusui bisa diganti amoxicilin/penicilin --> saya dan dokter sama2 tau kalau saya alergi amoxicilin dkk, jd memang ga ada pilihan lain lg, Jav terpaksa minum sufor.

Oke, masuk akal. Tp kenapa penjelasannya harus nyari tau sendiri, ga langsung dari dokternya. Memang ya dokter=pinter, kuliahnya seru penuh perjuangan bertahun2 ckckck, tp bukan berarti pasien=bodo..!!

Alhamdulillah Jav mau minum sufor. Tp tiap Jav nangis ingin enggeng, saya suka ikut nangis jg hiks.

*pertama kali nyobain mobile blogging*

Thursday, July 8, 2010

Kangen Bandung yang Dulu

Beginilah rata-rata waktu tempuh perjalanan pulang Lia sehari-hari...

  • ITB --> Halte Boromeus : jalan kaki : 17.00-17.15 = 15 menit
    • angkot ngetem di Halte Boromeus : 17.15-17.25 = 10 menit
  • Halte Boromeus --> Gasibu : angkot Gede Bage-Simpang Dago : 17.25-17.35 = 10 menit
    • angkot ngetem di Gasibu : 17.35-17.40 = 5 menit
  • Gasibu --> Komp. Pasir Pogor : angkot Cicaheum-Ciwastra : 17.40-18.50 = 70 menit
  • Komp. Pasir Pogor --> rumah : beca : 18.50-19.00 = 10 menit

Total waktu tempuh perjalanan = 120 menit = 2 jam...!!!

Friday, April 30, 2010

Ngomel-Ngomel Pajak


Mungkin agak telat saya menulis ini. Karena saat ini kegiatan pengumpulan SPT sudah selesai, kasus Gayus pun sudah tidak seheboh dulu (menurut saya yang jarang nonton TV sih begitu :D).

Ada yang mengganjal di pikiran saya soal pajak-pajakan ini. Entah berapa rupiah pajak yang kita bayarkan yang sudah masuk ke negara.  Mari kita sebutkan beberapa jenis pajak yang kita bayarkan untuk negara (yang saya ingat saja). Ada pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor, pajak parkir, belum lagi pajak pertambahan nilai (orang paling miskin di Indonesia aja kalau mau beli sabun colek harus bayar PPN, coba bayangkan ckckck). Itu untuk orang pribadi, untuk pengusaha lebih banyak lagi jenis pajaknya #:-S.

Kemana itu semua?????

Sementara saya disini (Bandung) berbulan-bulan sakit badan tiap naik kendaraan karena jalan yang rusak parah X(. Ah tidak usah pedulikan saya. Tapi tolong pedulikan masyarakat di luar sana yang tidak mempunyai akses terhadap listrik, harus menyeberang sungai (bahkan tidak jarang tenggelam) untuk pergi ke pasar, atau harus berjalan memutari bukit berjam-jam untuk sampai di sekolah.

Pasti ada yang kurang saya mengerti dalam hal pajak-pajakan ini. Setiap mata kuliah Administrasi dan Pembiayaan Pembangunan saya tidak pernah mendengarkan dengan baik ;)). Tapi yang pasti, saya belum pernah menemukan laporan penggunaan pajak, bahkan di website resmi pajak.go.id.

Saya ga suka iklan-iklan ini:
Hari gini ga bayar pajak? Apa kata dunia?
Hari gini males ngurus SPT? Apa kata dunia?
Hari gini ga jujur ngisi SPT? Apa kata dunia?

Komentar dari saya:
Hari gini ga mempublikasikan penggunaan pajak? Apa kata dunia?

Tuesday, April 6, 2010

Curahan Hati Jam 3 Pagi


Ingin membantingmu
Ingin menjambakmu
Ingin mencabikmu
Ingin membunuhmu
Ingin memutilasimu
Ingin membakarmu
Dasar tukang rebut

Apa kamu belum puas menghabiskan waktu seharian bersamanya..??
Sampai kebersamaanku dengannya di malam hari pun kamu rebut dariku..

Dasar laptop jahat..!!

Friday, March 26, 2010

Males, Jenuh, atau Entah Apa Namanya..


Kerja udah kaya zombie aja..
Engga ada gairah..

3 bulan yang lalu..
Pergantian tahun..
Males kerja..
Mungkin karena pekerjaan tahun lama udah selesai, pekerjaan tahun baru belum dimulai..
Mudah-mudahan mulai bulan depan setelah ada pekerjaan baru, semangat kerja juga baru.. 

1 bulan yang lalu..
Sibuk persiapan acara pribadi yang waktunya semakin dekat..
Masih males kerja..
Mungkin karena berat untuk berbagi konsentrasi antara persiapan acara pribadi dan kerjaan..
Mudah-mudahan setelah acaranya selesai (dan ditambah cuti 10 hari), pikiran lebih fresh dan lebih semangat kerja..

1 minggu yang lalu..
Mulai kerja lagi..
Masih males kerja..
Mungkin karena masih terlena dengan suasana cuti..
Mudah-mudahan minggu depan udah bisa menyesuaikan diri kembali dengan suasana kerja..

Hari ini..
Pekerjaan mulai padat, dibutuhkan semangat kerja tingkat tinggi..
Tapi masih males kerja..
Why oh why..?? :((

Tuesday, February 3, 2009

tentang merokok

Banyak pro kontra soal:

Fatwa MUI: merokok haram untuk anak, remaja, wanita hamil dan tempat umum.

Hmm Lia sih ga peduli.

Rokok terbukti mengandung berbagai jenis bahan kimia berbahaya, diantaranya nikotin. Menurut pakar atau ahli kimia, telah jelas dibuktikan bahwa nikotin yang terdapat dalam setiap batang rokok atau pada daun tembakau adalah sejenis kimia memabukkan yang diistilahkan sebagai candu. Dalam mengklasifikasikan hukum candu atau bahan yang memabukkan, ulama yang berpegang kepada al-Quran dan al- Hadith sepakat menghukumkan atau memfatwakannya sebagai benda "Haram untuk dimakan atau diminum malah wajib dijauhi atau ditinggalkan". Pengharaman ini berdasar pada: "Setiap yang memabukkan itu adalah haram" H/R Muslim. Mungkin ada yang menolak karena beralasan bahwa rokok itu hukumnya hanya makruh, bukan haram karena rokok tidak memabukkan. Mungkin juga mereka menyangka rokok tidak mengandung candu dan kalau adapun kandungan candu dalam rokok hanya sedikit. Begitu juga dengan alasan yang lain, "menghisap sebatang rokok tidak terasa memabukkan langsung". Padahal: "Apa saja yang pada banyaknya memabukkan, maka pada sedikitnya juga adalah haram". H/R Ahmad, Abu Daud dan Ibn Majah.


Wallohu a’lam.

Mau makruh mau haram, klo ada orang yang ngerokok sih itu urusan dia sama Allah. Klo mau ngerokok sih itu hak asasi dia. CUMAN ingatlah wahai para perokok bahwa hak kalian itu bukan hak yang tak terbatas. Ada hak orang lain yang harus dihormati. Hak untuk menghirup udara yang bersih dari asap rokok.

Maka dari itu Lia sih setujunya:

Pemerintah yang bikin aturan larangan merokok di tempat umum.



Ngomong2 apa kabar yah Perda Kota Bandung No 3 Tahun 2005 tentang K3? Denda Rp 5.000.000 loh klo merokok di tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum.



Tetep aja tuh orang2 masih suka ngerokok semena-mena. Huuhh..!!

:ayokona:

Thursday, December 4, 2008

makin mepet makin..

MALEEESSS
ngerjain tesis.. nangih

Mu survei juga, susah banget muleinya..
Hmm mungkin karena Lia yakin klo hipotesis Lia (terjadi spatial mismatch atau mungkin quality mismatch pada pergerakan belajar di kawasan Metropolitan Bandung) ga akan kebukti klo surveinya ke daerah 'itu'..
Jangankan hipotesis Lia kebukti, Lia sih curiganya jangan2 mereka sekolah pun engga..
Huhu.. Lia udah underestimate duluan..

Friday, September 26, 2008

reformasi angkot

Biasa nih cerita kelakuan supir angkot yang ajaib (again)..

Jadi gini ceritanya.. Pas Lia turun dari angkot Kelapa-Dago, Lia bayar aja dan langsung pergi.. Supir angkotnya trus bunyi2in klakson.. Lah biasanya supir angkot ke smua orang suka bunyiin klaksonnya, makanya Lia cuek aja.. Lia pikir paling juga manggil2 calon penumpang.. Eh lama2 bunyi klaksonnya makin menggila plus teriak2 pula.. Lia nengoklah ke belakang dengan polosnya.. Ternyata dia manggil2 Lia..

Supir angkot: *melotot*
Lia: *cengo* "Apaan sih?"
Supir angkot: "Jangan pura2 ga denger kamu!"
Lia: *makin cengo* "Hah?"
Supir angkot: "Darimana?!"
Lia: "Naripan"
Supir angkot: *marah2 ngelempar2 duit*
Lia dan supir angkot mulai jadi tontonan gratis..
Lia: *mikir knapa sih nih orang.. trus ngasih tatapan bertanya ke ibu2 di dalem angkot*
Ibu di angkot: "Darimana?"
Lia: "Dari Naripan!! Knapa?! Engga kurang kan duitnya?!" *huh Lia paling engga banget deh klo musti bayar ongkos angkot kurang.. klo recehnya kurang Rp 100 aja Lia bela2in beli apa kek ke kios buat nukerin duit*
Supir angkot: "Jangan pura2 ga denger kamu!"
Lia: *mikir apaan sih nih orang ga jelas banget maunya apa*
Supir angkot: *pergi aja*
Lia: *mikir yee dasar aneh*

Tunggu aja.. Nanti klo Lia udah jadi Walikota Bandung.. Bakal Lia ganti tuh sistem perangkotan.. Smuanya harus dikelola pemerintah.. Engga kaya sekarang pake sistem setoran (supir angkot setor pemasukan ke yang punya angkot).. Tapi supir digaji sama pemerintah.. Dan yang mau direkrut jadi supir angkot, tesnya bukan cuma tes mengendarai mobil.. Tapi harus melalui
- psikotes (untuk menghindari perekrutan supir angkot yang sakit jiwa seperti kejadian barusan)
- tes etika (untuk menghindari perlakuan tidak sopan supir angkot kepada penumpangnya seperti kejadian barusan)

Tuesday, September 2, 2008

egois

Tarawih hari pertama ceramahnya beda dari taun2 sbelumnya.. Biasanya abis Isya sbelum Tarawih, tapi kmaren abis Tarawih.. Katanya supaya penceramah bisa lebih leluasa dan bisa ada sesi tanya jawab (ga terbatas waktunya).. Tapi apa yang terjadi? 80% langsung pada pulang abis Tarawih ga ikutan dengerin ceramah.. Ya baguslah jadi sepi, lebih enak dengernya..

Taunya besoknya ngeliat keadaan kaya gitu, ceramahnya kembali kaya biasa, abis Isya sbelum Tarawih.. Katanya demi kebaikan kita bersama.. Huh.. Kebaikan kita bersama.. Ya biarin aja lah klo ga mau denger ga usah dipaksa.. Daripada malah berisik ngeganggu orang lain yang pengen denger gara2 ibu2 pada ngobrol en anak2 pd maen berisik di luar..

Lia egois? Emang..

Friday, August 15, 2008

pengen ngomel

Tiba2 dapet kabar dari A klo Mrs. D minta laporan studio cepet2 diberesin buat dikasihin ke Pemda Gunungkidul.

A : Tadi ketemu Bu D, dia minta laporan studio cepet2 diberesin buat dikasihin ke Pemda Gunungkidul
B : Aduh..
A : Malu juga sih sama Pemda Gunungkidul
B : Iyah Bu D kan masih ada proyek sama Pemda Gunungkidul.
A : Anak2nya udah ilang lah, udah pada sibuk ama tesis masing2. Mana tau ga, laporan yang qta bikin itu belum dia apa2in.

Me..??
I don't care..
What do you expect Mrs. D..?
Lia benerin laporan itu tanpa sedikitpun feedback dari Ibu?
Lia rapihin hasil kerjaan anak2 yang ajaib dan amburadul, tapi berani2nya Ibu kasih nilai tanpa baca laporannya?
No way..!!
No thanks..
I'm sorry goodbye..