Sunday, April 20, 2025

Ketika Cacar Api Menyerang

cacar api herpes zoster

Suatu pagi, ketika sedang berganti pakaian sebelum mengantar Rashya ke sekolah, kulit saya terasa sakit di perut kanan bagian atas. Sakit seperti tercakar kuku.

Pas saya lihat di cermin, kaget banget, ada ruam merah dengan bintil-bintil berisi air. Mirip cacar air, tapi berkumpul di satu area, enggak menyebar.

Deg! Inikah yang disebut cacar api? Dulu saya pernah kepo sama virus varicella zoster. Makanya tahu kalau setelah sembuh cacar air, virus ini bisa aktif kembali menjadi cacar api.

Supaya pasti diagnosisnya, selesai mengantar Rashya ke sekolah, saya langsung mendaftar ke Klinik Sehat Margasari. Karena pulang dulu mengambil kartu BPJS di rumah, ketika tiba sekitar pukul setengah 9, saya kebagian antrean dokter nomor 33. Waduh, lama juga ya.

Berhubung bosan menunggu, akhirnya saya memutuskan untuk pindah ke rumah sakit terdekat aja. Kebetulan hari itu poli umumnya buka (biasanya saya periksa di UGD). Tanpa antre, saya pun langsung diperiksa oleh dokter.

Betul perkiraan saya, diagnosisnya cacar api. Sayangnya penjelasan dokternya kurang memuaskan. Pernyataan yang satu dengan yang lain (tentang sumber penyakit, penularan, dan lain-lain) saling bertentangan. Membuat saya bingung.

Beliau malah sibuk bertanya dan membahas alergi obat saya. Duh dok, itu mah saya sudah khatam. Tapi bagaimana ini cacar apinya? Apa saya harus mengisolasi diri dari anak-anak? Apa saya masih bisa mengajar senam?

Baca juga, Alergi Obat

Setelah melakukan pembayaran dan mengambil obat, akhirnya saya kembali ke Klinik Sehat Margasari, hehehe.... Enggak menunggu terlalu lama, akhirnya tiba giliran saya.

Dan yup, diagnosisnya sama, cacar api. Obatnya juga sama (meski dosisnya berbeda). Tapi kali ini, penjelasannya lebih meyakinkan.

Tentang Cacar Api

Cacar api atau bahasa kerennya herpes zoster, merupakan penyakit kulit berupa ruam melepuh yang terasa nyeri.

Seperti yang sudah saya sebutkan tadi, penyakit ini disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang sebelumnya menyebabkan cacar air atau bahasa kerennya chickenpox.

Yup, habis cacar air terbitlah cacar api. Untung enggak ada cacar tanah dan cacar udara juga ya, heuheu....


Dulu, tahun 2019, saya memang pernah sakit cacar air. Nah, setelah sembuh, virusnya enggak benar-benar mati, tapi "tidur" di dalam saraf tubuh.

Makanya, biasanya ruamnya muncul di sepanjang saraf tersebut. Jadi enggak menyebar seperti cacar air. Pada kasus saya, munculnya di perut. Katanya bisa melingkar seperti sabuk apabila enggak segera ditangani.

Penyebab Cacar Api

Virus ini bisa aktif kembali jika sistem kekebalan tubuh melemah. Misalnya karena usia lanjut, sakit, atau stres.

Menurut saya agak aneh ya. Karena rasanya sih tubuh ini sedang berada dalam kondisi yang baik. Soalnya kan lagi puasa Ramadan. Rutin olahraga ringan pula, jalan kaki dan SHiNE Light. Makanya agak kecewa, kok bisa sakit.

Namun setelah dipikir-pikir lagi, mungkinkah pemicunya karena stres? Karena jujur, saat itu saya sedang merasa enggak berdaya mendidik anak sulung yang sudah bisa disebut pemuda ini. Ditambah lagi setiap membuka media sosial, selalu muncul berita buruk tentang Indonesia, heuheu....

Ya, apapun penyebabnya, pastinya semua ini terjadi atas kehendak Allah....

Pengobatan Cacar Api

Dokter memberi saya obat antinyeri, obat antivirus, salep antivirus, dan vitamin C. Salep antivirusnya harus dioles 4 kali sehari. Sedangkan obat antivirusnya harus dimakan 5 kali sehari setiap 4 jam selama 7 hari. Iya, 7 hari. So, selama 7 hari tersebut, saya enggak bisa puasa Ramadan dulu, hiks....

Padahal saya enggak merasakan gejala lain seperti demam atau pusing. Cuma agak lemas dan keliyengan sedikit aja. Makanya bete banget enggak bisa puasa. Kesal membayangkan harus membayar hutangnya, huhuhu....

Kabar baiknya, karena saya langsung ke dokter dan diobati dengan antivirus dalam waktu kurang dari 72 jam setelah muncul gejala, katanya sih bisa lebih cepat sembuh.

Untuk meningkatkan daya tahan tubuh, di rumah saya memperbanyak konsumsi protein, sayur, dan buah. Enggak ketinggalan ditambah berbagai suplemen juga mulai dari Alchemy dan Hearty Potion-nya Namaste Organic, VCO, probiotik, air kelapa hijau, vitamin D, dan lain-lain.

Oh iya, pas kontrol di hari keempat, dokter menambahkan vitamin B12 untuk saraf.

Kalau mandinya sih biasa aja seperti biasa, cuma saya tambah cairan antiseptik.

Penularan Cacar Api

Nah, ini nih yang membuat saya galau. Apa saya harus mengisolasi diri dari anak-anak? Apa saya masih bisa mengajar SHiNE Dance Fitness?

Kata dokter, saya enggak perlu terlalu khawatir karena penularan cacar api berbeda dengan penularan cacar air.

Cacar air memang sangat menular. Karena selain bisa menular melalui kontak langsung dengan cairan lepuh, serta melalui udara (batuk dan bersin) juga. Jangka waktu penularannya pun panjang, mulai beberapa hari sebelum ruam muncul hingga semua lepuh kering.

Sedangkan cacar api, enggak terlalu menular. Karena penularannya hanya melalui kontak langsung dengan cairan lepuh, enggak menular melalui udara (batuk dan bersin). Mulai menular setelah muncul ruam hingga kering. Orang yang tertularnya pun enggak akan sakit cacar api, tetapi cacar air apabila orang tersebut memang belum pernah terkena cacar air.

Berhubung anak-anak sudah pernah cacar air, di rumah saya enggak perlu khawatir menularkan pada anak-anak.

Bisa menghadiri penutupan pesantren kilat dan mendukung Rashya ketika tampil

Mengajar SHiNE Dance Fitness pun begitu. Karena ruamnya berada di tempat yang tertutup pakaian, enggak menyebar dan terbuka di seluruh tubuh seperti cacar air, saya enggak perlu parno.

Komplikasi pada Cacar Api

Namun dokter sih menyarankan agar selama 3 hari pertama saya enggak terlalu capek, supaya tubuhnya fokus melawan virusnya dulu. Soalnya beliau khawatir terjadi komplikasi Postherpetic Neuralgia (PHN) atau Nyeri Saraf Pasca-Herpes.

Walah, seram juga ya, ruamnya sudah sembuh, tapi nyerinya masih bertahan karena sarafnya rusak.

Lagipula saya rasa enggak enak juga olahraga dengan bintil yang masih segar, takut tergores baju dan pecah. Akhirnya libur deh kelas SHiNE Light spesial Ramadannya, huhuhu.... Olahraganya yoga aja dulu sendiri di rumah.

Proses Penyembuhan Cacar Api

Proses penyembuhan cacar api pada setiap orang tentu berbeda sesuai dengan kondisi masing-masing. Namun untuk dokumentasi pribadi, juga sebagai gambaran bagi teman-teman yang siapa tahu membutuhkan, berikut saya ceritakan pengalaman saya ya.

Hari ke-1
Muncul ruam merah di perut atas bagian kanan dengan bintil-bintil berisi cairan bening yang berkumpul di satu area. Sakitnya ringan, seperti luka tercakar kuku. Cingcay, hihihi....

Hari ke-2
Masih sama.

Hari ke-3
Beberapa bintil kecil mengering, enggak jadi tumbuh. Sisa bintil besar sekitar 9 buah. Nyerinya ternyata lumayan juga, bikin rungsing, seperti ditusuk-tusuk jarum. Muncul hilang muncul hilang seperti kontraksi mau melahirkan. Benar kata teman yang dokter kulit, cacar api itu enggak lebih parah, cuma lebih menderita aja, huhuhu....


Hari ke-4
Warna cairan di dalam bintil mulai keruh. Bintil-bintilnya mulai mengerut, bahkan ada 1 bintil yang sudah kempes. Yeay, senang banget. Supaya enggak rungsing, sesuai anjuran dokter akhirnya saya minum obat antinyeri.

Hari ke-5
Bintil-bintil yang kemarin mengerut, bukannya kempes, malah gemoy lagi. Enggak lanjut minum obat antinyeri. Soalnya nyerinya enggak berkurang, yang ada malah mengantuk.

Hari ke-6
Semua bintil gemoy lagi. Termasuk bintil yang kemarin sudah kempes, hiks....

Hari ke-7
Bintilnya masih gemoy, nyerinya masih menusuk. Ternyata obat antivirus hanya mencegah ruam berkembang lebih luas. Ruam yang sudah ada tetap harus melalui perjalanan alaminya.

Hari ke-8
Masih sama. Bintilnya masih gemoy. Nyerinya masih menusuk.

Hari ke-9
Ada 2 bintil yang pecah. Mungkin karena saya terlalu banyak bergerak. Nyerinya masih menusuk, tapi frekuensinya mulai berkurang.

Hari ke-10
Beberapa bintil pecah lagi. Nyerinya berubah lebih tumpul dan menetap seperti luka memar.

Hari ke-11
Semua bintil akhirnya pecah.

Hari ke-12
Bekasnya mengering.

Hari ke-14
Mulai berkeropeng. Masih ada sisa nyeri, enggak nyaman kalau tergesek pakaian.

Hari ke-17
Keropengnya mulai ada yang lepas.

Hari ke-20
Bersih, semua keropeng sudah lepas. Nyeri juga sudah hilang. Tinggal bekas lukanya aja.

Penutup

Berakhir juga drama dengan si kecil cabe rawit ini. Alhamdulillah enggak ada yang tertular. Mudah-mudahan saya juga enggak kambuh lagi.

No comments :

Post a Comment