Sunday, June 17, 2012

Sehangat Serabi Solo

Pagi ini seperti biasanya, suasana Pasar Klewer sangat ramai. Bu Parmi sedang membungkus dua puluh buah serabi yang kupesan.

"Ini.." Bu Parmi memberikan bungkusan serabi hangat padaku.

Aku menerimanya sambil memberikan dua lembar uang sepuluh ribu. "Makasih ya Bu.." kataku sekalian pamit.

Ketika aku berbalik, ternyata ada seorang gadis di belakangku. Tabrakan pun tak dapat dihindari. Tas tangan yang dibawanya jatuh, begitu juga dengan bungkusan serabi yang kubawa, untung saja isinya tidak tumpah.

Saat hendak mengambil bungkusan yang terjatuh, ada tangan lain yang mengambilkannya untukku.

"Dimas..?!" aku tidak percaya.

"Kamu engga apa-apa? Ini bungkusannya.." Dimas mengembalikan bungkusan yang diambilnya padaku.

"Kamu ada di Solo.." aku tidak menghiraukan pertanyaannya.

"Iya.. Udah lama engga pulang kampung.." jawab Dimas. Sudah lima tahun kami tidak bertemu. Wajahnya semakin tampan, namun penampilannya masih sederhana seperti dulu.

"Kamu apa kabar?" tanyanya.

"Sebulan setelah kamu pergi, aku menikah dengan Wira.. Anakku sudah dua.. Sekarang aku menjadi ibu rumah tangga karena Wira sudah menjadi pengusaha batik yang sukses.." ada sedikit nada sombong dalam jawabanku.

"Oh.. Iya aku tahu Wira sudah jadi pengusaha.. Hebat ya.." aku melihat senyum di wajahnya menghilang.

Apa Dimas masih mengharapkan cintaku? Sebelum menikah dengan Wira, aku sempat dekat dengan Dimas. Terbersit rasa bangga pada diriku karena sudah menjadi seorang istri dari pengusaha sukses, ibu dari dua orang anak yang lucu-lucu, dan masih dikagumi pria lain pula.

"Kalau kamu gimana? Sukses di Jakarta?" aku menebak mungkin dengan berbekal ijasah SMA, dia hanya menjadi pegawai biasa di sana.

"Hmm.. Hmm.." kami berdua menoleh pada asal suara itu, suara gadis yang tadi kutabrak.

Apa gadis ini bersama dengan Dimas? Tapi penampilannya begitu mewah. Jangan-jangan Dimas bekerja sebagai supir dan gadis ini majikannya, pikirku.

"Oiya.. Kenalkan ini.."

"Dimas..! Ratih..! Kalian sudah bertemu disini rupanya.." Wira, suamiku muncul.

Dimas dan Wira berangkulan.

"Dan ini..?" tanya Wira pada Dimas.

"Kenalkan.. Ini Rosa, tunanganku.." yang dikenalkan hanya tersenyum tipis. Aku tidak menyangka, gadis yang penampilannya seperti artis sinetron ini akan menjadi istri Dimas?

"Dimana kalian bertemu?" tanyaku.

"Kami sama-sama kuliah di Amerika.." jawab Dimas.

"Bukannya kamu ke Jakarta untuk mencari kerja..?" aku tidak mengerti.

"Iya.. Lalu aku dapat beasiswa.." Dimas menjelaskan.

"Kok kita jadi ngobrol di sini.. Yuk kita lanjutkan di toko saja.. Ratih sudah menyiapkan serabi hangat untuk kita.." ajak Wira. Aku tidak mengerti.

"Oiya Ratih.. Aku belum cerita padamu ya.. Dimas ini akan membantu penjualan batik kita dan teman-teman lain di Solo ke Jakarta bahkan luar negeri.. Perusahaan tekstil yang dia miliki ini sudah go international loh.." kata Wira padaku saat kami berjalan menuju toko kami di Pasar Klewer.

Tiba-tiba wajahku terasa sehangat serabi Solo. Ya ampun aku malu sekali pada Dimas.

~~~~~

#15HariNgeblogFF2 Hari-6

No comments :

Post a Comment