Tuesday, April 19, 2016

Indeks Kebahagiaan: Antara Angka dan Kenyataan

indeks kebahagiaan

Sekitar sebulan yang lalu, ada acara ramai-ramai di lapangan komplek seberang. Kegiatannya yaitu sepeda santai, bazar, lomba nasi liwet antar RW, pentas seni persembahan anak-anak sekolah, dan lain-lain. Rupanya acara tersebut diadakan dalam rangka perpisahan bersama Ibu Camat yang pensiun dini karena alasan kesehatan. Kebetulan ayah dan suami saya ikut sepeda santai. Jadi setelah agak siang, saya dan ibu saya menyusul ke sana. Mengincar produk bazarnya :D

Yang spesial di acara tersebut adalah hadirnya Bapak Walikota Bandung tercinta, Kang Emil. Langsung deh dikerubungi ibu-ibu yang heboh kepingin foto welfie sama beliau. Saya? Ah santai saja. Dulu zaman saya masih kerja dan beliau belum jadi walikota, sudah sering ketemu kalau ada kegiatan di SAPPK ITB. Ketemu aja, da enggak kenal juga sih, wkwkwk....

Pada kesempatan kali itu, Kang Emil menyampaikan banyak petuah. Mulai dari izin dan pinjaman untuk UKM yang semakin dipermudah (dalam rangka memanfaatkan peluang dari jumlah wisatawan di Kota Bandung yang terus meningkat). Hingga tentu saja himbauan untuk para jomblo, heuheu....

Kang Emil juga menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Statistika UNPAD dan menggunakan data dari BPS, dalam skala 0-100, indeks kebahagiaan warga Kota Bandung yang pada tahun 2014 sebesar 68,23, meningkat menjadi 70,60 pada tahun 2015.

Mengetahui data tersebut, saya mengerutkan kening. Apa saya bahagia? Iya sih kalau di rumah. Tapi kalau di luar rumah? Hmmm, entahlah.... Loh kok? Kan sekarang di Bandung banyak taman? Jujur, saya belum pernah menikmati. Lebih tepatnya, sulit untuk menikmati. Lah, setiap akhir pekan macet begitu. Makanya  setiap akhir pekan, kalau enggak terpaksa, orang Bandung saya mah mending diam saja di rumah :(

Nah, awal April kemarin, hari Minggu, saya kan ingin menemani suami yang sedang menginap di rumah sakit setelah menjalani operasi gigi geraham. Berangkat dari rumah di Ciwastra pukul setengah sembilan pagi. Coba tebak pukul berapa saya tiba di RSHS? Pukul sebelas siang. Dua setengah jam dong T_T Kalau sudah begitu, tentu saja bisa dipastikan indeks kebahagiaan saya merosot tajam.

Dengan tingkat kemacetan Kota Bandung yang separah itu, kok bisa ya indeks kebahagiaannya tinggi begitu? Ternyata, setelah saya mencari tahu, sepuluh indikator yang digunakan untuk mengukur indeks kebahagiaan itu adalah:
  1. Keharmonisan keluarga (78,34)
  2. Hubungan sosial (74,20)
  3. Kondisi keamanan (73,56)
  4. Kesehatan (73,55)
  5. Keadaan lingkungan (71,94)
  6. Ketersediaan waktu luang (71,79)
  7. Kondisi rumah dan aset (69,00)
  8. Pekerjaan (66,97)
  9. Pendidikan (65,09)
  10. Pendapatan rumah tangga (63,72)

Oh, pantas. Indikatornya agak aneh. Apakah pekerjaan yang  mapan dan pendapatan rumah tangga yang tinggi dapat menjamin kebahagiaan? :D Indikator waktu tempuh perjalanan pun enggak diukur. Padahal penting loh. Karena berdasarkan hasil penelitian yang pernah saya baca di sini, menunjukkan bahwa:
The longer the drive, the less happy people were. A person with a one-hour commute has to earn 40% more money to be as satisfied with life as someone who walks to the office. For a single person, exchanging a long commute for a short walk to work has the same effect on happiness as finding a new love.
dan
The more we flock to high‑status cities for the good life – money, opportunity, novelty – the more crowded, expensive, polluted and congested those places become. Surveys show that Londoners are among the least happy people in the UK, despite the city being the richest region in the UK.
Wow! Mungkin sebaiknya UNPAD juga memasukkan indikator waktu tempuh perjalanan dalam pengukuran indeks kebahagiaan warga Kota Bandung, agar hasilnya bisa lebih mendekati kenyataan.

Namun di balik semua angka-angka tersebut, sebenarnya bahagia itu kan relatif ya. Saya pernah baca juga kutipan (lupa dari mana), bahwa:
Bukan bahagia yang membuat kita bersyukur, tetapi dengan bersyukur dapat membuat kita bahagia ;)

40 comments :

  1. nah, mesti menji orang yang selalu bersyukur supaya bahagia

    ReplyDelete
  2. indeks kebahagiaan merosot gara2 macet,setuju hehe

    ReplyDelete
  3. semalem temen ada yang pulang kantor sampe ke rumah 5 jam aja.. dari jam 5 baru sampe rumah jam 10 malem..jakarta oh jakarta..

    ReplyDelete
  4. sampai saat ini masih terus berusaha untuk bahagia

    ReplyDelete
  5. Nah, betul Bandung macetnya ya Tuhaaaan. Kayanya sekarang bukan cuma weekend aja yang padat, ya :')

    ReplyDelete
  6. Untung deh selama di Bandung kemarin gak sampai dapat macet yang parah banget :)

    Aih..bisa kopdaran sama teman-teman Blogger Bandung kemarin aja udah bikin saya bahagia kok *ihik.

    ReplyDelete
  7. Wuih keren ni ada risetnya
    Jadi makin berbobot
    Aku dulu pas masi kerja juga itang itungan , memang aku bergelut stiap hari dg debu dan transportasi jakarta heppy apa enga

    ReplyDelete
    Replies
    1. ga sengaja nemu risetnya, terus nyambung deh sama ini ;)

      Delete
  8. Dulu saya pernah mengikuti acara seminar riset ini, dan dibenturkan dengan bonus demografi. Kesimpulannya anak muda ayo jangan lupa bahagia :D

    ReplyDelete
  9. kebahagiaan yang menurut para pakar dibidangnya yaitu tadi bahwa jika kita menginginkan rasa bahagia adalah kita kudu mampu untuk selalu bersyukur atas apapun yang kita miliki dan sedang kita hadapi, baik ataupun buruk menurut kita...gituh katanya mah

    ReplyDelete
  10. Well, ga heran kalo kota Bandung sekarang udah banyak dilirik masyarakat Indonesia karena walikotanya yang wow.

    ReplyDelete
  11. bahagia mah bisa dimana aja ya mbak. Iya nih Bandung banyak banget tamannya ya.

    ReplyDelete
  12. Hmm hebat euy saya juga sedang mengindeks kebahagiaan saya nih di tasik.

    ReplyDelete
  13. Iya mbak bener sekali tuh setiap hari kita tuh selalu bersyukur karena dengan bersyukur hidup kita insya allah bahagia :)

    ReplyDelete
  14. Sepakat, keharmonisan keluarga/rumah tangga memang penting banget. Kesuksesan dan kebahagiaan --salah satunya-- bersumbu dari keharmonisan itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. yup :)
      tp saya msh bingung, ngukur keharmonisannya dlm penelitian ini bgmn ya, jgn2 cmn pakai data jmlh penduduk yg menikah/cerai :D

      Delete
  15. setuju mbaaa.. kalo tiap hari macet mah mana mungkin bahagia, cikarang-bekasi yang kalo jam pulang kerja saja bisa 2-3 jam, sampe rumah capek tidur, gak ngapa2in ya gak bisa bahagia hehehe

    ReplyDelete