Monday, September 19, 2016

Cuplikan Favorit dari Film The Beginning of Life

the beginning of life

Teman-teman sudah ada yang menonton film The Beginning of Life? Itu loh film dokumenter mengenai kehidupan awal manusia yang disediakan oleh Ashoka dan TemanTakita.com untuk nonton bareng (nobar).

Sebagai pemandu, sebelum mengadakan acara nobar, beberapa waktu yang lalu saya dan partner sudah menonton filmnya terlebih dahulu. Supaya ada bayangan ketika pelaksanaan nobar dan diskusinya. Jadi ditambah dua kali nobar, saya sudah menonton film ini sebanyak tiga kali. So, sambil menyusun reportase acara nobar dan diskusinya, saya mau share pengalaman ketika menonton film ini.

Film dokumenter ini disutradarai oleh Estela Renner. Temanya mengenai betapa pentingnya tahun-tahun awal kehidupan seorang anak. Adapun isinya merupakan hasil wawancara terhadap keluarga dari berbagai latar belakang budaya, etnis, dan kelas sosial di sembilan negara. Serta wawancara terhadap berbagai ahli di bidangnya masing-masing. Bukan hanya ahli tumbuh kembang anak, tetapi juga ada psikiater, psikolog, peneliti, guru, insinyur, ekonom, pendidik, perawat, koki, aktivis hak anak, ahli akupunktur, dan lain-lain. Sebenarnya, film ini bisa juga ditonton di Netflix, tapi katanya enggak ada subtitle Bahasa Indonesianya.

Menurut saya, film ini keren banget. Mulai dari adegan proses melahirkan saja sudah membuat saya cirambai (berurai air mata).

Selanjutnya di bagian pertama, kita akan diingatkan bahwa anak bukan kertas kosong.
Sekarang kita benar-benar memahami bahwa mereka adalah ilmuwan terbaik dan pembelajar terbaik yang pernah kita kenal di alam semesta. Kita sering berkata bahwa balita sulit memperhatikan sesuatu. Sebenarnya, mereka sulit untuk tidak memperhatikan sesuatu.
(Alison Gopnik, Ph.D - psikolog dan peneliti di University of California)
Masih terkait dengan hal tadi, di bagian berikutnya, saya dibuat tertawa melihat adegan bayi yang senang menjatuhkan sendok dari high chair-nya. Apa bayi tersebut melempar sendok hanya karena iseng? Tentu saja enggak. Begitulah fitrah seorang anak yang sejak bernyawa sudah dibekali insting untuk terus belajar dan memastikan apakah dunia ini sesuai dengan perkiraannya.

Kemudian, bagian ini nih yang jleb banget buat saya.
Seorang anak haruslah bebas. Bebas memilih, bebas mengamati. Bebas berada di dekat kita, atau berkeliaran. Bebas merasakan banyak hal dengan cara yang berbeda.
(Chiara Spaggiari - guru di Reggio Emilia)
Lalu tentang hubungan anak dengan ibu.
Ibu adalah pedoman pertama yang berhubungan dengan anak. Jadi, hubungan yang dimiliki dengan ibu akan menentukan dunia yang akan dilalui.
Hingga curahan hati seorang ibu mengenai perasaannya yang begitu dalam terhadap anaknya. Duh mata saya langsung ikut berkaca-kaca.
Dan setiap detail apa pun, bahkan meski pinggulku melar dan aku tidak bisa tidur di malam hari. Semua hal kecil inilah yang memperdalam kasih sayang itu.
Kalau yang ini, isi hati saya banget.
Menghabiskan banyak waktu untuk merawat anak-anakmu, dianggap tidak bekerja. Merawat anak-anakmu berarti peduli dengan orang-orang yang akan jadi warga negara di masa depan, yang akan memberi suara, yang mungkin akan atau tidak akan menjadi penjahat. Dan hal itu dianggap sepele. Itu tidak berarti bagi masyarakat.
Dan yang ini, saya setuju banget.
Kalau aku pergi selama 9 jam sehari dan hanya menghabiskan 2 jam bersama mereka, bagaimana bisa kami menciptakan hubungan? Yang penting kualitas? Ini tentang kuantitas. Anak-anak ingin kuantitas. Aku punya teman yang berkata, "Katakan pada bosmu kalau kamu akan bekerja 10 menit sehari tapi berkualitas tinggi." Cari tahu jawabnya.
Begitu juga yang ini.
Dunia berinvestasi pada satelit di banyak area untuk mengetahui planet lain, bepergian ke Mars, ke bulan, ke Uranus. Dan kita tidak berinvestasi pada kondisi manusia? Pada kehidupan yang baru lahir? Bagaimana kita bisa memikirkan dunia yang damai, bekerja sama, dan bahagia jika awal mula kehidupan tidak diperhitungkan?
(Vera Cordeiro, M.D. - dokter dan pendiri Saude Crianca Foundation)
Lalu bagaimana dengan ayah? Film ini menunjukkan bahwa seorang ibu mungkin saja bisa menjalankan peran sebagai orang tua seorang diri dan anak bisa sukses. Namun peran ayah tetap diperlukan, untuk mengajak anak melihat dunia luas di luar sana selain ibunya.

Tugas ibu dan ayah sama. Makanya ibu enggak perlu meminta tolong pada ayah, karena mengasuh anak bukan kewajiban ibu saja, tapi kewajiban berdua.
Saat kita berkata "tolong", itu artinya kita menganggap bahwa tanggung jawab untuk merawat anak adalah tanggung jawab ibunya.
(Anna Maria Chiesa, Ph.D. - perawat dan spesialis di Komunitas Kesehatan University of Sao Paulo)
Masih banyak kisah lain yang diangkat dalam film ini. Ada ibu mantan pecandu narkoba, ada fisikawan peneliti yang memilih untuk menjadi ayah rumah tangga, orangtua homoseksual, anak adopsi, hingga anak-anak yang hidup di penampungan.

Yup, setelah dimanjakan dengan cerita-cerita idealis, di bagian akhir muncul adegan mengenai anak-anak miskin. 
Konsekuensi dari tidak memberikan apa yang dibutuhkan anak-anak sangatlah besar bagi masyarakat. Bahkan, mereka yang berkata, "Aku mengurus anakku dengan baik. Aku bekerja keras. Tidak adil untuk memintaku bertanggung jawab atas apa yang tidak dilakukan orang lain untuk anak-anak mereka. Jawabannya adalah, "Saat anak-anakmu tumbuh, hidup mereka akan menjadi lebih mudah atau sulit, bergantung pada berapa banyak orang seusianya yang berkontribusi terhadap masyarakat atau menjadi beban masyarakat."
Kesimpulannya, it takes a village to raise a child.
Saat kita membantu anak-anak, saat kita berinvestasi di masa kanak-kanak, kita berinvestasi dalam masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Saat kita memperhatikan awal dari sebuah cerita, kita dapat mengubah seluruh ceritanya. Untuk cerita yang lebih baik.

6 comments :

  1. huaaaa... aku belum kesampaian nonton ini.. kmren udah daftar nonton bareng teteh2 itbmh tapi ga jd krn berhalanagan.. ada info nobar dalam waktu dekat ga teh area bandung? nuhun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, teteh lokasi dmana? Saya ada rencana ngadain lg di skolah Jav, tp blum tau kpn...

      Delete
  2. Menghabiskan banyak waktu untuk merawat anak-anakmu, dianggap tidak bekerja. Merawat anak-anakmu berarti peduli dengan orang-orang yang akan jadi warga negara di masa depan, yang akan memberi suara, yang mungkin akan atau tidak akan menjadi penjahat. Dan hal itu dianggap sepele. Itu tidak berarti bagi masyarakat. (suka sama yang ini, kerjaan ibu itu jauh lebih berat..)

    ReplyDelete