Monday, September 12, 2022

Ngomong Dong, Rashya [3]: Daycare yang Bikin Galau



Maaf baru lanjut lagi, heuheu....

Langsung aja ya. Jadi menurut dokter Rehabilitasi Medik RSHS, Rashya tuh enggak perlu terapi wicara. Salah satu PR-nya justru harus banyak berinteraksi dengan teman sebaya. Hmmm, gimana ya. Saya aja dulu bela-belain resign karena enggak tega ninggalin Jav di daycare. Lah, sekarang harus masukin Rashya ke daycare. Pokoknya mah enggak sreg lah.

Namun karena disuruh dokter, saya kan jadi kepikiran ya. Makanya langsung konsultasi lagi ke kepala sekolah sekaligus psikolog di sekolah Jav. Kata beliau, "Daycare mana? Ngerti anak?"

Jadi menurut beliau, anak itu belajar bicara pertama kali dari ibunya. Evaluasi dulu. Kalau memang karena kurang stimulasi, bukan karena hal lain, lebih baik stimulasi di rumah aja. Libatkan semua orang, ayah, ibu, kakek, nenek.

Soalnya, daycare itu banyak risiko sampingannya. Misal pengasuh yang enggak paham ilmu, penyeragaman di usia yang terlalu dini, anak juga jadi stres karena dia ingin ngomong tapi orang lain lain enggak paham. Ah, pokoknya mah sama banget dengan yang saya khawatirkan.

Namun, akhirnya kami mengambil jalan tengah. Kebetulan kan di dekat rumah ada daycare. Saya tanya tuh ke owner-nya, bisa enggak Rashya ikut main di daycare 1-2 jam aja, jadi enggak seharian. Ternyata bisa, makanya langsung lah dijadwalin setiap pagi Senin-Jumat selama 1,5 jam.

Besoknya Rashya langsung diajak main ke daycare. Saya juga sekalian membawa syarat-syaratnya seperti kartu keluarga dan KTP orang tua. Cuma uang pendaftarannya belum, karena formulir pendaftarannya juga belum di-print.

Waktu saya tinggal, Rashya nangis. Ketika dijemput pun Rashya sedih banget. Mungkin ngantuk dan pengen nenen ya, karena jadwalnya dia tidur. Tapi hati saya rasanya teriris-iris. Enggak tega dan merasa bersalah.

Setelah diskusi sama suami, akhirnya diputuskan mengikuti kata hati, enggak usah lanjut lagi daycare-nya. Maksimalin stimulasi di rumah aja. Untuk interaksi dengan teman sebaya, biar sama sepupunya aja.

Alhamdulillah.... Akhirnya di usia 22 bulan bisa ngomong "memeng". Di usia 24 bulan bisa ngomong "miymi" (mimi), "mama" (mamam), "yayah" (ayah), "ae" (hai). Dan terus bertambah di usia-usia berikutnya. Nah, berhuhung di usia 2 tahun sudah ada perkembangan, jadi enggak perlu kontrol lagi ke Instalasi Rehabilitasi Medik RSHS.

Sayangnya, saya perhatikan, meski kosakatanya terus bertambah, artikulasinya belum jelas. Enggak semua sih, kata-kata tertentu aja yang susah. Misal kata-kata yang mengandung huruf R, S, dan lain-lain. Atau kata-kata yang memiliki lebih dari 2 suku kata, seperti pemadam kebakaran, dan lain-lain. Makanya saya mengalah, yang sebelumnya dipanggil "bunda" sama Jav, sama Rashya ganti dipanggil "mamah" aja yang lebih mudah.

Saya berharap semoga semakin besar, artikulasinya bisa semakin jelas. Sempat ingin konsultasi ke Kids Learning Center di Grand Sharon Residence, sesuai rekomendasi kepala sekolah sekaligus psikolog di sekolah Jav, tapi keburu pandemi, hiks....


1 comment :

  1. Oalah bener sih kata dokternya, daycare memang bisa jadi solusi tapi risikonya juga ada buat yang satu ini. Lebih aman dan efektif kalau sama keluarganya sendiri, apalagi si anak juga ngerasa aman karena sudah akrab sama keluarganya. Terima kasih sharingnya!

    ReplyDelete