Sunday, July 13, 2014

Hapus Stigma dan Diskriminasi terhadap Pasien TB

Berikut beberapa kasus diskriminasi pada pasien TB di Indonesia:
  • Yulinda Santosa (mantan pasien TB-MDR) pernah dikucilkan dan mendapat perlakukan diskriminatif dari teman-teman dan keluarganya. Bahkan, dia juga pernah diusir dari rumah kosnya. “Gelas dan piring saya sengaja dipisahkan. Setiap berbicara dengan orang lain, mereka menutup hidung. Saya dianggap penyebar penyakit.” (Sumber)
  • Setelah lulus beberapa kali tes penyaringan, Ben kehilangan kesempatan bekerja di perusahaan idamannya karena pada saat tes kesehatan, hasil rontgen menunjukkan terdapat luka TB di paru-parunya. (Sumber)
  • Jumiran ditemukan tergeletak tak bernyawa di toilet umum Pelabuhan. "Saat dimintai KTP, Jumiran juga melampirkan surat keterangan dari Puskesmas yang menyatakan jika dirinya menderita penyakit TB. Hal inilah yang membuat petugas melarang Jumiran untuk berlayar dengan kapal." (Sumber)
  • Seorang teman mengeluh di sebuah grup media sosial karena dokter menyebutkan bahwa anaknya menderita TB. "Kami dari keluarga berada, semuanya sehat. Bagaimana mungkin anak saya bisa terkena TB?" (Pengalaman pribadi)
  • Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tribowo Tuahta Ginting di RS Persahabatan, didapatkan kesimpulan bahwa pasien TB tidak ingin penyakitnya diketahui oleh orang lain, karena khawatir mendapatkan perlakuan diskriminatif dari masyarakat. (Sumber)
Kasus-kasus di atas terjadi karena stigma tentang penyakit TB yang terlanjur berkembang di masyarakat. Bahwa TB merupakan penyakit menular yang tidak dapat disembuhkan, bahwa penyakit TB hanya dapat menimpa orang-orang miskin, bahwa TB merupakan penyakit turunan, dan lain-lain. Stigma tersebut menghasilkan sikap diskriminatif pada pasien TB. Bisa berupa pengusiran, pengasingan, penolakan pelayanan di fasilitas umum, penolakan saat melamar pekerjaan atau beasiswa, dan sebagainya. Bahkan, di Cina, seorang narapidana penderita TB yang telah beberapa kali ditangkap, selalu dilepaskan lagi karena penjara selalu menolaknya.

Diskriminasi terhadap penderita TB dapat menyebabkan mereka malu atau enggan memeriksakan dirinya saat merasakan gejala-gejala penyakit TB, karena khawatir akan mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan dari lingkungan di sekitarnya. Hal ini tentu saja akan menghambat proses pengobatan serta meningkatkan resiko penularan.

Stigma merupakan label negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungan. Jadi, bukan pribadi seseorangnya yang negatif, melainkan pandangan lingkungannya. Dalam kasus penderita TB, stigma tersebut muncul karena adanya informasi yang salah tentang penyakit TB.

Ilustrasi oleh penulis
Untuk mendukung keberhasilan penanganan TB, stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB harus dihilangkan. Yaitu dengan meluruskan pandangan-pandangan yang salah tentang penyakit TB selama ini.
  • TB merupakan penyakit turunan. Salah. TB bukan penyakit turunan, apalagi penyakit kutukan atau penyakit karena guna-guna. Penyakit TB disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
  • TB merupakan penyakit orang miskin. Salah. Sebagian besar kasus TB memang terjadi di wilayah dengan penduduk miskin, karena terkait dengan pola hidup dan tingkat kesehatan di lingkungan tersebut. Namun bukan berarti penyakit TB hanya dapat menimpa orang-orang miskin. Proses penularan TB begitu mudah, yaitu melalui udara yang tercemar kuman TB dari percikan dahak penderita TB. Karena itu, penyakit TB dapat mengenai siapa saja. Terutama apabila daya tahan tubuh orang tersebut sedang lemah.
  • TB merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Salah. Penyakit TB memang menular bahkan mematikan. Tetapi penyakit TB bisa disembuhkan asalkan pasien TB menjalani pengobatan secara teratur dengan jenis, dosis, dan jangka waktu pemberian obat yang tepat.
Selama pasien TB menjaga diri untuk tidak menularkan penyakitnya (yaitu menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin, membuang dahak dengan air yang mengalir, serta konsisten menggunakan masker), juga menjalani pengobatan secara teratur, maka masyarakat tidak berhak untuk mengucilkan mereka. Bayangkan, menderita sakit dan menjalani pengobatan saja sudah cukup berat bagi pasien TB. Jangan sampai mereka harus menanggung beban mental juga akibat stigma dan diskriminasi tersebut.

Dengan adanya kemudahan akses terhadap informasi, diharapkan terjadi perubahan pandangan tentang penyakit TB sehingga tidak ada lagi stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB. Kita sudah sepantasnya ikut membantu menghapus stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB dengan:
  • Learn. Mari mencari informasi yang benar dan belajar sebanyak-banyaknya mengenai seluk beluk penyakit TB. Mulai dari penyebabnya, gejalanya, penularannya, hingga pengobatannya. 
  • Share. Mari sebarkan informasi tentang penyakit TB yang sudah kita pelajari, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing. Luruskan berbagai stigma tentang penyakit TB. Tunjukkan mana yang mitos dan mana yang fakta.
  • Action. Mari berbuat lebih jauh dengan melakukan tindakan langsung turun ke lapangan dan menjadi kader TB. Temukan penderita TB dan ajak mereka untuk melakukan pengobatan. Dukung mereka dan berikan informasi yang benar di lingkungannya tentang penyakit TB. 
Ilustrasi oleh penulis
Dengan usaha-usaha tersebut, diharapkan tidak ada lagi informasi yang salah mengenai penyakit TB, sehingga stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB pun tidak terjadi lagi. Semoga dengan begitu, penderita TB tidak ragu lagi untuk memeriksakan dirinya apabila mengalami gejala-gejala penyakit TB. Untuk Indonesia yang lebih sehat :)

~~~

Tulisan ini diikutsertakan dalam Blog Competition: Temukan dan Sembuhkan Pasien TB
(Serial #8: Stigma dan Diskriminasi Terhadap Pasien TB)


12 comments :

  1. Wuaaah keren, Mbak Lia, ilustrasinya juga keren.

    Sy baru tahu kalau Mbak Lia ikut lomba TB juga :)

    Gutlak ya

    ReplyDelete
  2. Waduuuh aku belum bikin ini. TInggal satu aja gagal kayaknya, terkuras ngurusi MOS 2 anak hihiiii

    ReplyDelete
  3. karena stigma yang salah jadi berakibat buruk bagi penderita ya

    ReplyDelete
  4. Stigma negatif membuat penderita kian terpuruk. Dengan pengobatan teratur TB bisa sembuh total.
    Sangat informatif mba, sukses dgn lombanya.

    ReplyDelete
  5. Se 7 ... stigma yang diutarakan pas banget ... umpama saya ditakdir kena penyakit, tetapi boleh 'Hepatitis atau TB ... saya mending pilih TB karena Hepatitis belum ada obat yang ampuh dan terjangkau harganya oleh masyarakat biasa. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya malah belum terlalu paham tentang penyakit hepatitis, mungkin hrs dibikin lombanya jg :D

      Delete
  6. Mantabs mba tulisannya,semoga makin banyak orang yg peduli akan TB,karena TB untuk dikenal dan di obati,bukan untuk DIDISKRIMINASI dan BERSTIGMA NEGATIF terhadap penderitanya.salam dari saya pasien yang tengah melakukan pengobatan TB MDR.

    ReplyDelete