Friday, November 26, 2021

Alergi Obat: Pengalaman Vaksin Covid-19


Akhirnya, lengkap juga dosis vaksin Covid-19 yang saya terima, setelah penantian berbulan-bulan dan mengalami penolakan berkali-kali, heuheu....

Alergi Obat

Saya termasuk warga yang mendukung vaksin Covid-19 sejak awal wacana vaksin ini muncul. Makanya ketika bulan Maret vaksin Covid-19 sudah tersedia untuk lansia dan orang tua saya bersedia untuk divaksin, saya langsung mendaftarkan mereka di RSKIA Harapan Bunda.

Namun ketika vaksin Covid-19 akhirnya tersedia untuk masyarakat umum usia 18 tahun ke atas, jujur saya enggak ikut mendaftar. Kenapa? Karena vaksinnya digelar secara massal.

Coba bayangkan, saya mah belanja ke tukang sayur aja secara online, ya enggak mau lah berkerumun meskipun tujuannya untuk mendapatkan vaksin. Niatnya ingin sehat, takutnya malah jadi menjemput penyakit.

Akhirnya pasrah aja, menunggu penyelenggaraan vaksin yang enggak massal. Siapa tahu bakal ada vaksin di Puskesmas dekat rumah.

Hingga kemudian bulan Juli, Puskesmas Derwati membuka pendaftaran vaksin Covid-19. Saya dan suami pun langsung mendaftar melalui Google Form.

Saya kira jarak dari panggilan ke jadwal vaksin agak lama, seminggu gitu seperti vaksin untuk lansia. Makanya saya santai-santai aja. Eh ternyata akhir bulan Juli, saya dan suami mendapat panggilan 2 hari sebelum jadwal vaksin.

Panik dong. Kenapa? Karena saya memiliki riwayat alergi obat (antibiotik dan antinyeri), namun belum sempat konsultasi ke dokter.


Sebelumnya saya sempat sih konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam secara online di HaloDoc. Mengetahui riwayat alergi obat saya yang cukup banyak, dokter menyarankan untuk menunda vaksin Covid-19.

Yah dok, seandainya saya tinggal sendiri di gua, ya enggak apa-apa enggak vaksin juga. Masalahnya kan saya masih harus bertemu orang lain yang tingkat mobilitas dan standar protokol kesehatannya enggak bisa saya kontrol.

"Saya punya asma dok, khawatir bergejala berat kalau tertular Covid-19."

Akhirnya dokter tersebut menyuruh saya untuk konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam secara offline. Tapi karena malas, ditunda-tunda terus. Saya berpikirnya nanti aja lah kalau sudah dekat jadwal vaksin.

Ketika sudah ada jadwal vaksin yang mendadak, repot deh. Saya cek jadwal dokter spesialis penyakit dalam di RSKIA Harapan Bunda, enggak ada yang praktik sebelum jadwal vaksin. Mungkin bisa sih mencari dokter spesialis penyakit dalam di tempat lain. Tapi di masa kasus Covid-19 yang sedang menanjak saat itu, saya cuma sreg konsultasi di RSKIA Harapan Bunda.

Setelah konsultasi dengan kader Posyandu RW dan petugas puskesmas, akhirnya diputuskan saya tetap harus meminta surat rujukan dari dokter dulu. Jadinya saya enggak ikut vaksin deh. Suami aja yang ikut.

Itu juga suami sempat malas, karena puskesmas pun menyelenggarakan vaksinnya secara massal menumpang di kampus gitu. Kalau enggak salah, 1 hari 1.000 orang. Hadeuh.... Untungnya suami datang di saat yang tepat, jadi lancar dan enggak perlu mengantre.

Konsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Setelah mengumpulkan niat dan menghalau rasa malas, akhirnya awal Agustus saya konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam di RSKIA Harapan Bunda.

Menurut dokter, sesuai dengan informasi yang sudah saya baca, orang dengan riwayat alergi obat pun layak kok untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Makanya dokter memberi surat rekomendasi bahwa saya boleh mendapatkan vaksin Covid-19. Asma saya juga terkontrol, jadi enggak apa-apa banget kalau mau vaksin.

Hanya aja, untuk berjaga-jaga, saya harus divaksin di fasilitas kesehatan yang siap menangani jika terjadi reaksi alergi akut. Jadi memang enggak bisa vaksin di tempat massal.


"Di sini bisa, dok?"
"Bisa, tapi karena kasus Covid-19 sedang tinggi, sementara pelayanan vaksinnya distop dulu."

Akhirnya kembali pasrah menunggu pendaftaran vaksin di puskesmas dibuka lagi.

Berburu Tempat Vaksin

Pertengahan bulan Agustus, Puskesmas Derwati membuka pendaftaran lagi. Lokasinya di RW sebelah. Enak banget dong, tinggal jalan beberapa ratus meter. Berbekal surat rekomendasi dari dokter, saya pede dong mendaftar. Namun ketika jadwal vaksinnya tiba, jeng jeng jeng... saya diare. Gagal vaksin deh.

Sejak diare itu, saya menjadi lebih berhati-hati dalam menjaga kesehatan. Makan makanan bergizi seimbang, mengurangi makanan enggak sehat, ditambah vitamin, plus rutin olahraga. Kalau jajan di luar, saya enggak berani makan sambalnya, pakai cabai rawit aja yang aman.

Usaha tersebut saya lakukan selain supaya enggak sakit pas vaksin, entah maag, diare, atau apa aja lah, juga supaya daya tahan tubuh tetap terjaga. Jadi harapannya enggak akan mudah muncul reaksi alergi, plus Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dirasakan juga enggak akan terlalu berat.

Pertengahan bulan September, Puskesmas Derwati membuka pendaftaran lagi. Kali ini lokasinya di komplek orang.

Cek suhu, aman. Cek tekanan darah, aman. Cek gula darah, aman. Pas wawancara saya bilang aja ada riwayat alergi obat sambil memperlihatkan surat rekomendasi dari dokter.

Awalnya petugas vaksinnya biasa aja. Tetapi setelah menyebutkan daftar alergi obat apa aja beserta reaksinya, saya langsung ditolak. Padahal sehari sebelumnya saya sudah konsultasi dengan petugas puskesmas tentang kondisi saya, bahwa saya harus divaksin di fasilitas kesehatan yang siap menangani reaksi alergi akut, katanya bisa. Namun fakta di lapangan, petugas vaksinnya enggak berani karena enggak sedia epinephrine. Yak, gagal vaksin lagi.

Saya malah disuruh vaksin di rumah sakit besar seperti RS Hasan Sadikin. Ckckck, malas ah. Terakhir ke RS Hasan Sadikin susah dapat tempat parkir, ban mobil sampai dikempesin gara-gara parkir di pinggir jalan.


Saya pun berburu tempat vaksin lagi. Fasilitas kesehatan terdekat, yaitu RSKIA Harapan Bunda dan Klinik Sehat Margasari, hanya melayani vaksin untuk warga ber-KTP Kelurahan Margasari dan Cijawura. Agak jauh sedikit, yaitu RS Humana Prima, RS Al Islam, RS Edelweis, dan RS Muhammadiah, enggak melayani vaksin untuk umum. RS Borromeus pun sama aja, saya malah ditanya lokasi tempat tinggal dan disuruh vaksin di RS terdekat. Eaaa, gimana sih....

Sedih deh. Susah amat mau divaksin, hiks.... Sementara orang-orang yang enggak ada masalah malah malas-malasan.

Akhirnya ada 1 klinik yang bersedia melayani saya. Apabila terjadi reaksi alergi ringan dan sedang, insya Allah bisa ditangani. Sedangkan untuk reaksi alergi berat, akan diantar ke RS terdekat menggunakan ambulance. Hmmm, malah sayanya yang enggak pede, hehehe....

Suatu malam di akhir bulan September, saya mendapat info bahwa RS Al-Islam membuka pendaftaran untuk vaksin Moderna. Tapi ketika saya cek, kuotanya sudah habis.

Sejak saat itu saya rajin memantau akun Instagram RS Al Islam. Benar aja, awal bulan Oktober, RS Al Islam mengumumkan pendaftaran vaksin lagi, tetapi daftarnya on site, bukan online. Kuotanya pun sangat terbatas, hanya 56 orang per hari.

Sambil berharap bisa mendapat kuota, saya konfirmasi dulu ke PIC layanan vaksin Covid-19 di RS Al Islam mengenai kondisi saya. Alhamdulillah enggak ditolak.

Tapi ternyata praktiknya enggak semudah itu.

Vaksin di RS Al-Islam

Hari pertama, suami mengajak kami berangkat setelah salat Subuh. Saya pikir, lebay amat deh. Toh pendaftarannya baru dibuka pukul 8. Akhirnya saya santai aja dan baru tiba di RS Al Islam pukul setengah 7. Ternyata benar dong firasat suami saya, kuota hari itu sudah habis sejak pukul 6.

Hari kedua dan ketiga, saya enggak datang karena ada acara keluarga.


Berdasarkan pengalaman sebelumnya, hari keempat saya datang setelah salat Subuh. Tapi tau enggak? Kuotanya sudah habis sejak pukul setengah 3. Ya ampun....

Orang-orang yang juga enggak kebagian kuota pada protes sama satpamnya. Saya mah pulang aja lagi sama suami. Sambil enggak habis pikir, begini amat sih mau vaksin doang. Harus rebutan sama orang-orang yang pilih-pilih vaksin, hiks....

Sore harinya, ada pengumuman lagi di Instagram RS Al Islam kalau kuota hari kelima dan keenam pun sudah habis (mungkin sudah dipakai untuk orang-orang yang protes tadi, tapi enggak tahu juga sih). Untuk hari ketujuh, pendaftaran dilakukan secara online kembali. Saya langsung gercep mendaftar, masya Allah kali ini berhasil.

Berhubung enggak perlu rebutan kuota lagi ketika jadwal vaksinnya tiba, saya sampai di RS Al Islam pukul 8 lebih seperempat. Rombongan 20 orang pertama sudah masuk. Sedangkan saya masuk rombongan 20 orang kedua.

Lumayan juga menunggunya. Bikin makin deg-degan. Tapi semuanya lancar. Petugasnya super baik dan ramah. Setelah vaksin pun enggak muncul reaksi alergi. Alhamdulillah.... Di rumah, efek samping yang terasa hanya pegal di lengan yang disuntik. Enggak ada demam atau meriang. Pegalnya juga enggak gimana-gimana, seperti pegal kalau sudah lama enggak olahraga aja.

Begitu pun dosis vaksin yang kedua. Kali ini saya tiba lebih pagi sedikit, pukul 8 kurang seperempat. Alhamdulillah sebelum pukul 9 sudah selesai. Hanya aja, entah karena berbarengan dengan jadwal haid, 3 hari kepala terasa kliyengan.

Penutup

Fiuh, sedikit lega karena sudah mendapatkan dosis lengkap vaksin Covid-19. Usaha sudah maksimal, dilanjut terus berdoa lagi semoga pandemi ini bisa benar-benar berakhir.

Bagi teman-teman yang mempunyai riwayat alergi obat juga, enggak perlu ragu atau khawatir untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Langsung aja konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam ya.


Nah, buat teman-teman yang akan menerima vaksin Moderna, berikut informasi yang saya dapatkan dari petugas vaksin mengenai beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah vaksin Moderna:
  1. Biasanya akan terasa nyeri di daerah suntikan, disertai meriang dan sakit badan.
  2. Jika nyeri, boleh dikompres hangat atau dingin dan digerakkan ringan.
  3. Jangan memijat area suntikan.
  4. Sebaiknya enggak mengkonsumsi obat penurun panas dalam 24 jam pasca vaksinasi.
  5. Jika kondisi demam > 38,5° C atau sakit kepala memberat, bisa mengkonsumsi parasetamol.
  6. Selama 7 hari dianjurkan untuk enggak berolahraga seperti lari, renang, sepeda, senam, dan lain-lain.
  7. Kegiatan di rumah dan berjalan boleh dilakukan.
  8. Konsumsi obat-obat rutin seperti obat hipertensi, diabetes, jantung, dan lain-lain boleh dilanjutkan.

Begitu. Cuma bagian enggak boleh berolahraga aja nih yang terasa agak berat dan bikin mati gaya, hihihi....

18 comments :

  1. Lia, I feel you soal milih vaksinasi. Sesama yang banyak alerginya hehehe. Setelah banyak baca-baca dan nanya sama dokter yang suka siaran di radio, aku memantapkan diri buat vaksin. Waktu itu ngambilnya di PvJ yang diadain sama komunitas apa gitu, lupa :). Yang deket rumah ga daftar karena ga jelas kapannya. Vaksin pertama aman, ga ada keluhan. Vaksin kedua agak pegel dan ngantukan terus.
    Sehat-sehat selalu, ya Lia

    ReplyDelete
  2. loh aku juga ada alergi obat ini kayaknya mba :( tapi sepertinya bukan pengaruh vaksinasi, melainkan dari obat yang lain. memang repot banget kalo alergi obat.. kudu cek banyak hal ya biar ga salah resep lagi

    ReplyDelete
  3. Terimakasih pengalamannya. Saya belum vaksin sampai sekarang. Awalnya karena sakit. Terus emang ga ada pemberitahuan dari pemerintah desa. Kalau di kampung kan pada jauh ... Sekarang nunggu sayanya lebih sehat dulu nih...

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah akhirnya bisa dosis lengkap ya mba, ini menjawab keraguan temen2 yang alergi obat juga biar ngga takut divaksin, periksa dlu aja yaa gitu

    ReplyDelete
  5. Toss mbak, aq juga udah kelar vaksin. Ya biarpun setelah vaksin tahap pertama badan saya nyeri dan ngilu semua tapi seneng sih udah melaksanakan vaksinasi agar imun tubuh terjaga

    ReplyDelete
  6. nah ini kalau emang punya penyakit tuh harus aktif kontrol dan konsultasi ke dokter lah ya sebelum suntik vaksin, jadi bisa dapat pendapat ahli ga missinfo dan malah gimana-gimana

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah akhirnya bisa vaksin ya, Mbak. Saya sering dengar orang nggak mau vaksin karena ada penyakit bawaan ternyata sebaiknya periksa ke dokter dulu ya. Sehat-sehat ya, Mbak.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah yah mba, soalnya omku ada yang alergi obat, jadi ngga ambil vaksin. Apalagi moderna agak gimana gitu efeknya daripada sonovac yaa.

    ReplyDelete
  9. alhamdulillah ya mbak. hebat bisa terus semangat daftar vaksin walau ditolak sana sini. aku juga jadi tau ternyata alergi obat juga cukup susah juga ya buat dapatin vaksin.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah ya kak, apapun jenis vaksinnya yang penting bisa untuk jaga diri dan sekitar. Apalagi memang mau kemana² yang ditanyakan ada bukti vaksinnya ya

    ReplyDelete
  11. Aku lagi menunggu dosis yang kedua, Kak. Tempo hari dikasihnya yang pfizer, dan efeknya cuma pegel di bagian tangan yang disuntik aja. Nah, ini mamaku yang agak ribet karena beliau ada diabetes. Harus rajin konsul ke dokter berarti, yaa

    ReplyDelete
  12. Wah, samaan. Saya (awalnya) skeptis dengan vaksin massal apalagi target 1000. Tapi sih sekarang sudah lebih tahu kalau itu aman.
    Dan, yah, saya tetap pilih vaksin yang lebih privat, dengan target 100/hari. Jadi lowong dan jarak antar peserta lebih panjang

    ReplyDelete
  13. memang kondisi setiap orang berbeda-beda ya, kalau aku sendiri pasca vaksin emang ngantuk banget sih. Udah itu aja.
    Yuk teman-teman kalau ada kondisi khusus konsul juga ya

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah akhirnya sudah di vaksin lengkap ya mbak
    Saya juga sudah di vaksin lengkap
    Semoga sehat selalu mbak

    ReplyDelete
  15. Efeknya beda-beda berarti ya di tiap orang mbak? Tetanggaku dapat Moderna teler, sampai nggak bisa ngapa-apain katanya. Alhamdulillah kalau nggak ada efek samping yaa..

    ReplyDelete
  16. saya baru 1 kali vaksin, alhamdulillah tidak ada efek samping dan semoga lancar juga untuk vaksin ke 2 mendatang

    ReplyDelete
  17. Jangan-jangan kita tetanggaan ya, teh..
    Aku juga kemarin batal vaksin karena ramai dan gak dapat kuota di Rumah Sakit Al-Islam. Tapi akhirnya dapat di PT. INTI, Kabupaten Bandung.
    Antrinya mashaAllah~

    Semoga sehat-sehat selalu yaa, teh.
    Bakalan jadi sejarah juga yaa..melewati masa pandemi yang segini hebatnya.

    ReplyDelete
  18. Aku belum lengkap vaksin kak, masih sekali lagi tapi belum ada jadwal nih di desa. Menantikan. Allhamdulillah aman setelah vaksin ga drop tapi ngantukan.

    ReplyDelete