Thursday, April 18, 2019

Berani Parkir Sembarangan? Siap-Siap Kena Cabut Pentil...


Tahun 2018 yang lalu, saya pernah membaca bahwa Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Perhubungan Kota Bandung akan semakin tegas memberikan sanksi kepada kendaraan yang parkir sembarangan. Saya cuma membaca sekilas saja sih, enggak terlalu memerhatikan, hihihi.... Toh selama ini saya selalu mematuhi peraturan, termasuk enggak pernah parkir sembarangan, hohoho....

Hingga akhir bulan Februari kemarin saya dan suami ada perlu ke RSHS. Kami berangkat menggunakan kendaraan pribadi dari rumah pukul 8 pagi dan sampai di RSHS pukul 9 pagi. Tapi kami enggak bisa mendapatkan tempat parkir. Semuanya penuh. Sudah berkeliling tempat parkir RSHS sampai 2 putaran, enggak ada tempat parkir yang kosong.

Akhirnya saya memberi tahu suami kalau di pinggir Jalan Pasir Kaliki tadi saya melihat ada satu tempat yang kosong, tapi... ada rambu dilarang parkirnya. Suami langsung mengarahkan kendaraan ke lokasi yang saya sebutkan. Rupanya tempat kosongnya masih ada. Suami pun memarkirkan kendaraan di sana.

Namun, kami masih ragu, belum berani turun dari mobil. "Enggak apa-apa gitu parkir di sini?" kami bertanya-tanya sambil menengok ke depan dan ke belakang. "Ah, orang lain juga parkir di sini kok, enggak apa-apa kali ya." Apalagi kami sudah menghabiskan waktu mencari tempat parkir sampai setengah jam. "Masuk aja dulu yuk, nanti kalau udah daftar dan udah jelas bagaimana-bagaimananya, aku cari tempat parkir lain," begitu kata suami.

Setelah mendaftar, kami diberitahu bahwa dokternya masih mengajar, jadi baru bisa praktik pukul 12. Hmmm, masih lama, 2,5 jam lagi. Makanya, kami pun keluar lagi. Mau jalan-jalan sekalian memindahkan mobil.

Tapi teman-teman tahu enggak apa yang kami dapati di sekitar mobil kami? Sepi, tinggal tersisa beberapa mobil saja. Dan... yup betul, ban mobil kami kempes, pentilnya dicabut. Satu saja, ban depan sebelah kanan. Selain itu, kaca jendela mobil kami juga ditempeli stiker besar seukuran kertas A4. Bikin malu deh, heuheu.... Untung di RSHS, kemungkinannya kecil dilihat oleh orang yang mengenal kami. Meski akhirnya ceritanya malah ditulis juga di blog, hihihi....


Baru deh kemudian kami ngeuh. Rupanya, sepi itu karena mobil-mobil yang lain mah enggak ditinggal, ada supirnya. Jadi ketika petugas Dishub datang, mereka bisa langsung kabur, hahaha....


Perasaan saya campur aduk. Antara kaget, ingin tertawa (tertawa miris), tetapi bersyukur juga karena 'cuma' dicabut pentil, bukan digembok atau ditilang. Duh, kalau digembok atau ditilang, urusannya bisa jadi panjang.


Ketika suami siap-siap mengganti ban dan saya sedang menyabut stiker, datang lah tukang ban. Dia membawa kompresor menggunakan gerobak. Tampak sudah lazim dengan kejadian seperti ini. Sebelumnya suami dibisiki sama supir lain (supir mobil yang kabur saat petugas Dishub datang, dan kini setelah kondisi aman kembali lagi parkir di sana), biasanya ongkosnya Rp 15.000. Tapi ternyata suami diminta ongkos Rp 20.000. Ya alhamdulillah, suami enggak perlu keringatan ganti ban di siang hari yang panas itu, heuheu....

Gara-gara kejadian tersebut, kami jadi enggak mood jalan-jalan. Akhirnya memilih langsung makan siang saja di Warung Steak Pasadena. Reviewnya bisa dibaca di Lunch Dadakan di Warung Steak Pasadena ya.

Jadi, kesimpulannya apa? Ya kami memang salah sih, jelas-jelas melanggar peraturan, parkir di tempat yang salah. Tapi, hmmm, bagaimana ya.... 

Selama ini, baik sebagai pejalan kaki, pengguna angkutan kota, maupun pengendara mobil, saya selalu berusaha untuk mematuhi peraturan lalu lintas. Menyeberang di jembatan penyeberangan, naik/turun angkot di tempat yang enggak mengganggu pengguna jalan lain, parkir mobil juga enggak pernah sembarangan. Bahkan sempat beberapa kali saya penasaran dan ingin makan di restoran tertentu, tapi terpaksa ditunda karena tempat parkirnya penuh. "Kapan-kapan lagi deh," atau "Cek GO-FOOD ah, siapa tahu bisa di-GO-FOOD-in."

Tapi kemarin itu kan kami di RSHS, rumah sakit, fasilitas publik. Bukan tempat senang-senang seperti restoran atau mal. Kenapa rumah sakit kelas A di Jawa Barat enggak menyediakan tempat parkir yang memadai? Dokternya enggak bisa di-GO-FOOD-in kan? Huhuhu....

Saya sempat baca-baca di akun Instagramnya Dishub Kota Bandung soal masalah tempat parkir ini. Solusi dari mereka ya beralih ke transportasi publik atau sepeda, sekalian mengurangi kemacetan juga.

Hihihi... kepingin tertawa deh. Sampai sekarang saya masih suka kok memakai angkot. Tapi... terakhir kali saya menggunakan angkot dari Ciwastra ke RSHS itu memakan waktu hingga 2,5 jam loh. Bayangkan Gaes, 2,5 jam.... Bikin emosi enggak sih? Kalau lewat jalan tol Cipularang, sudah sampai di Jakarta. Kalau di bioskop, bisa menonton 1 film. Kalau di rumah, bisa menyetrika tumpukan baju hasil 3 kali mencuci.

Sebesar-besarnya dukungan saya terhadap transportasi publik di Kota Bandung, secinta-cintanya saya sama transportasi yang berkelanjutan (ngomong-ngomong, dulu saya pernah menjadi bagian dalam penelitian tentang transportasi berkelanjutan), selama masih ada alternatif lain, enggak mungkin saya tega membawa Rashya dari Ciwastra ke RSHS menggunakan angkot. Apalagi memakai sepeda, hahaha.... 

Eh tunggu, transportasi publik yang dimaksud akun Instagramnya Dishub Kota Bandung tuh transportasi publik yang mana ya? Bukan transportasi online yang nyaman, efektif, dan efisien seperti GOJEK kan? Jangan-jangan saya salah tangkap, hihihi....

No comments :

Post a Comment