Halalbihalal: Tradisi Lebaran Khas Indonesia
"Halalbihalal hanya ada di Indonesia," begitu penuturan seorang sesepuh yang memberikan sambutan di acara halalbihalal komplek beberapa hari yang lalu.
Beliau menegaskan bahwa halalbihalal enggak ada di negara Muslim lain. Yup, meski terdengar kearab-araban, halalbihalal merupakan tradisi asli dari Indonesia, bukan dari Arab. Lebih tepatnya diciptakan oleh cendekiawan muda Indonesia.
Hmmm, saya jadi penasaran nih dengan sejarah halalbihalal.
Asal Usul Halalbihalal
Rupanya halalbihalal memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. Meski belum disebut halalbihalal, tradisi ini sudah dilakukan oleh masyarakat Jawa sejak abad ke-15 loh, yaitu pada zaman Walisongo.
Selanjutnya, pada abad ke-18, Raja Arya Mangkunegara I (Raden Mas Said) sebagai pendiri Kadipaten Mangkunegaran Surakarta juga melangsungkan tradisi sungkeman saat Idulfitri.
Nah, istilah halalbihalal baru dicetuskan pada tahun 1948 oleh KH Wahab Chasbullah, tokoh Nahdlatul Ulama. Saat itu bulan Ramadan, kondisi negara sedang kacau. Beliau menyarankan agar Presiden Soekarno memanfaatkan momen Idulfitri untuk acara silaturahmi para elite politik.
Karena istilah silaturahmi terlalu biasa, beliau mengusulkan istilah halalbihalal. Berasal dari ‘Thalabu halal bi thariqi halal‘ yang artinya mencari kehalalan dengan cara halal. Maksudnya yaitu mencari solusi masalah atau membangun keharmonisan hubungan dengan cara saling memaafkan kesalahan.
Sejak saat itulah rutin dilaksanakan acara halalbihalal di istana negara. Hingga kemudian diikuti juga oleh berbagai instansi pemerintah dan masyarakat luas Indonesia.
Hakikat Halalbihalal
Halalbihalal tentunya bukan sekadar tradisi kumpul-kumpul atau formalitas maaf-maafan, tetapi memiliki makna yang dalam.
Pertama, Menghapus Dosa
Manusia, tempatnya salah dan dosa, baik yang disengaja maupun yang enggak disengaja. Namun, perlu diingat, dosa kepada sesama manusia berbeda dengan dosa kepada Allah. Enggak bisa dihapus hanya dengan istigfar, salat taubat, dan puasa. Dosa tersebut hanya bisa dihapus melalui permintaan maaf secara langsung.
Nah, halalbihalal merupakan momen yang tepat untuk meminta maaf dan menghapus dosa. Tapi dengan syarat, meminta maafnya dengan tulus ya, bukan hanya formalitas.
Kedua, Menjaga Silaturahmi
Silaturahmi memiliki banyak manfaat. Mulai dari menjaga hubungan baik, menambah rezeki, hingga memperpanjang usia.
Namun silaturahmi saat halalbihalal terasa lebih spesial karena biasanya seluruh anggota berkumpul dalam momen istimewa ini. Keluarga yang berada di luar kota, tetangga yang sibuk bekerja, semuanya mengusahakan untuk hadir.
Halalbihalal: Dulu dan Sekarang
Alhamdulillah ya, halalbihalal masih lestari hingga saat ini. Karena halalbihalal bukan hanya sebuah tradisi, ada nilai-nilai Islam terkandung di dalamnya, yang apabila diniatkan untuk ibadah, insya Allah mendapat pahala.
Kini halalbihalal bukan hanya dilaksanakan di istana negara dan instansi pemerintah, tetapi di perusahaan, sekolah, keluarga, lingkungan tempat tinggal, komunitas, dan lain-lain.
Tentunya ada perbedaan antara halalbihalal yang dulu dengan sekarang, semakin berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Contohnya halalbihalal keluarga besar bapak mertua dan keluarga besar ayah saya tahun ini.
Baca juga, Ramadan dan Idulfitri 1446 H
Tempat
Dulu: Halalabihalal biasanya dilaksanakan di rumah orang tua (kakek-nenek). Rumah orang tua zaman dulu kan besar-besar ya, makanya nyaman digunakan untuk didatangi rombongan anak-cucu.
Sekarang: Jangankan kakek-nenek, kakak-adik orang tua pun sudah ada beberapa yang enggak ada. Sekarang giliran generasi cucu-cucunya (termasuk saya dan suami) yang mengatur acara halalbihalal.
Bapak mertua dan ayah saya sama-sama merupakan anak ke-8 dari 11 bersaudara. Terbayang kan bagaimana banyaknya anggota keluarga yang hadir. Jumlahnya sudah semakin bertambah.
Selain karena rumah para cucu lebih imut, enggak muat menampung seluruh anggota keluarga besar. Supaya lebih praktis dan juga untuk menghindari merepotkan salah satu cucu, halalbihalal diadakan di luar rumah seperti hotel, restoran, atau taman.
Halalbihalal di taman kota |
Pokoknya bebas. Bahkan pas pandemi kemarin, halalbihalalnya dilakukan secara online. Yang penting kumpul.
Baca juga, Ramadan dan Idulfitri 1441 H
Halalbihalal online |
Biaya
Dulu: Biaya halalbihalal berasal dari orang tua (kakek-nenek). Meski mungkin anak-anaknya juga ikut berpartisipasi, tapi orang tua yang mengatur.
Sekarang: Sistemnya dari kita untuk kita. Meski ada juga yang menyumbang dana lebih, namun pengaturan biayanya lebih terbuka.
Acara
Dulu: Acara utamanya biasanya ceramah, berdoa, salam-salaman, lalu makan.
Sekarang: Acara utamanya masih sama. Namun, seiring dengan bertambahnya anggota keluarga, biasanya ada sesi perkenalan juga. Supaya kalau berpapasan di jalan enggak seperti orang asing.
Selain itu, ditambah acara hiburan seperti live music, kuis, dan berbagai macam permainan supaya semakin seru dan semakin kuat rasa kekeluargaannya. Bahkan disediakan juga waktu untuk unjuk bakat. Ada yang menyanyi, menari dan lain-lain.
Pakaian
Dulu: Rasanya bebas-bebas aja deh.
Sekarang: Ada dresscode, supaya pas foto bersama hasilnya lebih enak dilihat, hihihi.... Tentunya dresscode-nya yang enggak memberatkan ya. Fleksibel, bisa menyesuaikan dengan pakaian yang ada di lemari.
Kalau halalbihalal keluarga besar bapak mertua kemarin, dresscode-nya nuansa putih. Bebas mau memakai pakaian berwarna apa, yang penting ada putihnya. Sedangkan halalbihalal keluarga besar ayah, dresscode-nya earth tone. Pilihan warnanya banyak, enggak perlu pusing.
Halalbihalal di restoran dengan dresscode earth tone |
Makanan
Dulu: Didominasi makanan tradisional khas Lebaran seperti ketupat, opor ayam, rendang, sambal goreng ati, sayur labu, kue nastar, kastengel, dan putri salju. Ditambah camilan khas daerah seperti opak, bakso, rujak pempek, dan lain-lain.
Sekarang: Karena biasanya dilaksanakan beberapa hari bahkan beberapa minggu setelah Lebaran, makanannya lebih bervariasi, sudah move on dari ketupat dan kawan-kawannya.
Angpau
Sebenarnya pemberian angpau (amplop berisi uang) kepada anak-anak bukan bagian dari tradisi Islam. Lebih merupakan kebiasaan yang berkembang di masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kebahagiaan dan berbagi rezeki. Mirip dengan sedekah dan hukumnya boleh dalam Islam. Asalkan dilakukan dengan niat baik, ikhlas, dan enggak memberatkan.
Dulu: Anak-anak bisa langsung dapat angpau setelah berbaris antre dan bersalaman dengan pemberi angpau. Semakin besar usianya, biasanya isi angpaunya semakin banyak.
Sekarang: Pemberi angpau (sekarang sering disebut THR) lebih kreatif. Anak-anak harus berusaha dulu mengikuti kuis dan permainan. Usia lebih besar enggak menjamin mendapat angpau lebih banyak. Terbukti pada anak-anak saya. Adiknya yang semangat mendapat angpau lebih banyak dari kakaknya yang mager, heuheu....
Dokumentasi
Dulu: Ada foto bersama enggak ya, lupa. Kalaupun ada, enggak pernah melihat hasilnya juga sih karena diambil menggunakan kamera film, hehehe....
Sekarang: Dokumentasi lebih mudah dengan adanya kamera smartphone. Bahkan lebih canggih dengan menyewa fotografer profesional serta menyediakan photobooth juga. Hasill fotonya langsung jadi dan bisa langsung dibawa pulang sebagai suvenir.
Hasil foto di photobooth |
Penutup
Kalau menurut teman-teman bagaimana? Terasa enggak perbedaan halalbihalal dulu dan sekarang?
~~~
Jumlah: 992 kata
~~~
Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog April 2025
Tema: Tradisi Lokal yang Masih Dilestarikan
Komplete banget ini Teh Nathalia. 😍👍. Sejarah sampai perbandingan "now and then"-nya. Jadi tambah menghargai momen halal bihalal.
ReplyDeleteZaman sekarang acaranya makin kreatif tapi esensinya tetap terjaga. Love banget tulisannya. 🥰
Keren deh cara menuliskannya: dulu ... sekarang ... Thanks ya teh Nathalia
ReplyDelete